Penyakit Hati, Obatnya Minta Ampun

PENYAKIT hati secara harpiah berarti organ tubuh yang disebut hati, itu dalam keadaan tidak sehat. Entah terkena tumor, pembengkakan dan lain sebagainya. Tapi makna penyakit hati lainnya adalah keadaan perasaan dan atau kebiasaan seseorang dalam bertindak yang disebabkan oleh perasaan hatinya. Keadaan seperti itu lebih mengarah kepada sikap.

Sikap atau perbuatan dengki, membenci, tidak suka kepada orang lain, mengganggu dan lainnya dapat disebut sebagai penyakit hati. Penyakit hati di sini tidaklah penyakit secara pisik tapi lebih kepada non pisik atau disebut juga dengan psychis. Penyakit non pisik itu pula yang disebut Allah dalam alquran, Surah At-Taubah ayat 125 yang dalam Bahasa Indonesianya berbunyi, “Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.”
Mengutip tulisan berjudul Hikmah Malam : 4 Penyakit Hati yang Terlalu Dianggap Biasa Padahal Dosa yang diposting di laman hajinews.id hari Senin (07/02/2022) lalu, saya ingin kembali berbagi informasi yang sudah dishare haijnews.id itu. Dengan mengutip seorang ulama, Uwes Al-Qorni dalam buku 60 Penyakit Hati, berikut kita ulang baca 5 (lima) penyakit hati yang boleh jadi dianggap sepele pada hal dapat memupuk dosa kita.

1. Membatalkan Janji Tanpa Sebab;

Tidak jarang ada diantara kita yang sudah melakukan janji namun tiba-tiba membatalkan secara sepihak tanpa pemberitahuan atau persetujuan orang yang dibuat janji. Tentu dengan alasan yang tidak jelas, bukan karena sakit atau penyebab lain yang bisa dipahami keduanya.
Sikap ini sangat tidak diperbolehkan untuk dimiliki seorang muslimah karena beberapa sebab, yakni, Pertama, secara materi sikap itu akan merugikan orang lain, terutama jika ia membawahi orang lain. Akan banyak orang yang dirugikan. Kedua, secara moral, sikap seperti itu akan menghilangkan kepercayaan orang lain. Ketiga, pelakunya akan dikenal sebagai tukang membatalkan janji (ghadir), baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam salah satu hadits dikatakan, “Setiap orang yang suka membatalkan janjinya pada hari kiamat akan memikul bendera di bagian belakangnya (sebagai tanda atas perbuatannya di dunia) yang akan ditinggikan sesuai dengan kadar pembatalannya.” (HR. Muslim).

2. Senang Dipuji;

Sebagai manusia biasa, boleh jadi kita suka dipuji. Namun, rasa senang dan mencintai pujian dari orang lain nyatanya akan berbahaya jika sudah berlebihan. Biasanya kita akan lupa dengan kelemahan diri dan malah menjadi pribadi sombong. Rasa ini timbul perlahan disebabkan oleh rasa bangga dengan mendapat pujian. Dari sini pula kita akhirnya cenderung mengejar dunia secara tidak disadari. Di sinilah dosa akan mulai menggerogoti diri kita.

3. Gengsi;

Gengsi atau disebut juga dengan istilah waqahah, yaitu kecenderungan menjauhi aturan agama dengan tidak mau melakukannya karena mengkhawatirkan harga diri atau martabatnya akan jatuh. Penyakit waqahah bisa terjadi saat kita merasa malu berjalan dengan orang yang kita anggap dibawah kita seumpama orang fakir-miskin. Atau enggan melakukan pekerjaan yang dipandang olehnya bertaraf rendah seperti gotong-royong bersama masyarakat, membantu orang susah dan lainnya. Sifat ini biasanya diiringi pula oleh keraguan kebenaran agama.

4. Keras Kepala;

Keras kepala bisa timbul karena menolak kebenaran dan nasihat yang datang kepada seseorang yang dianggap tidak setaraf. Disisi lain sebenarnya ia mengetahui dan mengakui kebenarannya, namun enggan menerimanya. Dari penyakit gengsi bisa pula menular menjadi penyakit ‘keras kepala’ yang tidak mau menerima kebenaran dari orang lain.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman akan menerima kebenaran dari mana dan dari siapapun datangnya. Karena di antara hikmah keimanan adalah adanya pengakuan dan menerima yang direalisasikan dalam amal saleh. Jadi, tidak pada tempatnya kita keras kepala atau orang menyebut dengan keras hati secara tidak benar. Kita harus yakin bahwa jika kita memiliki sifat ini, bisa saja jatuhnya ke kekufuran terhadap kebenaran-Nya.

5. Berpikir Sempit;

Orang yang berpikiran sempit akan sulit melihat kebaikan di tengah musibah yang tengah menimpanya. Juga tidak dapat menemukan kebenaran diantara kesalahan yang ada. Ia juga cenderung akan sellau melihat sisi buruk orang lain dan mengarah kepada suudzhon atau selalu berprasangka buruk kepada orang lain.  Pikiran sempit cenderung membenarkan diri sendiri. Tidak mempertimbangkan kebernaran dari orang lain. Ini sangat berbahaya.
Tentu saja ada banyak penyakit hati yang mesti kita waspadai. Celakanya, penyakit hati ini tidak mudah diketahui orang lain bahkan oleh diri sendiri. Tapi Allah pasti mencatat itu semua meskipun kita tidak mengetahui penyakit itu ada pada diri kita. Nauzubillah. Jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah penyakit hati, itu adalah dengan bertobat. Kita minta ampun atas segala kekeliruan kita.***
Juga di mrasyidnur.gurusiana.id

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *