7 Views

ADA seorang ahli ibadah bernama Abu bin Hasyim yang kuat
sekali tahajudnya. Bertahun-tahun dia tidak pernah absen melakukan
sholat tahajud. Jumlah rakaatnya juga bisa lebih banyak dari pada yang dikerjakan kebanyakan orang. Dia memang ahli ibadah.
Pada suatu ketika saat hendak mengambil wudhu untuk tahajud, Abu dikagetkan oleh keberadaan sesosok makhluk yang duduk di bibir sumurnya. Dia terhenti. Dia menyapa makhluk itu dengan maksud ingin tahu.
Abu bertanya, “Wahai hamba Allah,
siapakah Engkau?”

 Sambil tersenyum,
sosok itu berkata; “Aku adalah Malaikat, utusan
Allah”.
Abu Bin Hasyim kaget sekaligus bangga karena pagi-pagi itu dia kedatangan tamu, malaikat mulia.

Dia lanjut bertanya “Apa yang sedang Kamu lakukan di sini?”
 Malaikat itu
menjawab, “Aku disuruh mencari
hamba pencinta Allah.”
Melihat Malaikat itu memegang kitab tebal, Abu lalu
bertanya, “Wahai Malaikat, buku apakah yang kau bawa?”
“Ini adalah kumpulan nama hamba-hamba pencinta Allah.” jawab Malaikat.
Mendengar jawaban Malaikat, Abu bin Hasyim berharap dalam
hat, namanya ada di situ.

Lalu Abu bertanya lagi, “Wahai Malaikat,
adakah namaku di situ?”

Abu berasumsi bahwa namanya ada di buku itu, mengingat
amalan ibadahnya yang tidak kenal putusnya. Selalu mengerjakan shalat tahajud
setiap malam. Dia berdo’a dan bermunajat kepada Allâh SWT di sepertiga malam.
 “Baiklah, aku buka,” kata Malaikat sambil
membuka kitab besarnya. Dan, ternyata Malaikat itu tidak
 menemukn nama Abu di
dalamnya. Tentu saja Abu tidak percaya.  Abu bin Hasyim meminta Malaikat mencarinya
sekali lagi.
“Betul … namamu tidak ada di dalam buku ini…!” kata Malaikat.
Abu bin Hasyim pun gemetar dan jatuh tersungkur di depan
Malaikat. Dia menangis
se-jadi-jadinya.
 “Rugi sekali diriku
yang selalu tegak berdiri di setiap malam dalam tahajud dan bermunajat …
tetapi namaku tidak masuk dalam golongan para hamba pecinta Allah,” ratapnya.

Melihat itu, Malaikat berkata, “Wahai Abu bin
Hasyim. Bukan aku tidak tahu Engkau bangun setiap malam ketika yang lain
tidur. Engkau mengambil air wudhu dan kedinginan pada saat orang lain terlelap dalam
buaian malam. Tapi tanganku dilarang Allâh menulis namamu.”

“Apakah gerangan yang menjadi penyebabnya?” tanya Abu bin Hasyim.
“Engkau memang bermunajat kepada Allâh, tapi Engkau pamerkan
dengan rasa bangga kemana-mana
dan asyik beribadah memikirkan diri sendiri. Di kanan kirimu ada orang
sakit atau lapar, tidak Engkau tengok dan beri makan.” Abu termenung mendengarnya.
“Bagaimana mungkin Engkau dapat menjadi hamba pecinta Allah kalau Engkau sendiri tidak pernah
mencintai hamba-hamba yang diciptakan Allâh?” kata Malaikat itu lagi.
Abu bin Hasyim seperti disambar petir di siang bolong. Dia
tersadar, hubungan ibadah manusia tidaklah hanya kepada Allâh semata
(hablumminAllâh), tetapi juga ke sesama manusia (hablumminannâs) dan alam.

Semuga kisah itu bermanfaat dan menjadi iktibar bagi kita yang mungkin sudah menjadi ahli ibadah tapi bisa menjadi merugi juga. Atau jika baru akan berusaha menjadi ahli ibadah, jadilah ahli ibadah yang menjaga hubungan dengan Allah dan juga hubungan sesama manusia. Seperti sabda  Rasulullah Saw,  “Barang siapa yang menyampaikan 1 (satu) ilmu saja dan
ada orang yang mengamalkannya maka walaupun yang menyampaikan sudah tiada (meninggal dunia), dia akan tetap memperoleh pahala.”
(HR. Al-Bukhari)
Dikirim Oleh: Mochammad Nasrudin 
Editor: M. Rasyid Nur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *