Ramadhan Bersama Corona Mengukur Kesabaran Kita

Oleh M. Rasyid Nur, Pendidik di Karimun
KARENA Ramadhan 1441 H ini
bertepatan dengan merebaknya wabah corona, maka Ramadhan tahun (2020) ini tentu
saja dapat disebut sebagai Ramadhan yang istimewa. Istimewa bukan karena kita
bangga adanya corona. Hanya, dengan wabah corona yang tengah melanda daerah dan
sebagian kita maka puasa dan Ramadhan ini menjadi berbeda. Kita tidak sekadar
menahan lapar dan dahaga, tapi juga membuktikan kesabaran yang berlipat ganda
disebabkan corona.
Sesungguhnya puasa yang kita
laksanakan sejak 24 April lalu, ini bersifat sangat pribadi, dan  puasa yang kita tunaikan ini memang saling
diketahui hanya oleh dan diantara kita (yang berpuasa) dengan Allah saja. Itu
pasti. Kecuali kita saling berbagi informasi ke kanan dan ke kiri. Hakikatnya yang
akan saling tahu itu hanyalah kita pribadi dan Allah Yang Maha Tahu. Posisi
inilah yang akan menguji kejujuran kita.
Sebutlah sebuah pertanyaan, “Untuk
menguji kejujuran kita, apakah kita benar-benar berpuasa atau tidak pada suatu
siang ini?” Hanya kita dan Sang Maha Tahu itulah yang tahu. Selainnya
hakikatnya tak tahu karena bisa saja tertipu. Dan pada tataran ini tingkat
kejujuran akan menjadi takarannya.
Sesungguhnya tingkat dan kualitas
kejujuran akan diuji betul di sini. Sejatinya orang berpuasa memang orang yang
jujur. Tidak ada puasa bagi orang yang tidak memelihara kejujurannya. Bagaimana
seseorang akan mampu berpuasa jika dia tidak jujur menyatakan bahwa dia
benar-benar berpuasa atau tidak.
Bayangkan, orang puasa adalah orang
yang tak boleh makan dan minum dan yang sejenis yang dapat membatalkan puasa. Tapi
seseorang berkesempatan untuk makan dan minum karena bisa dilakukan dengan
sembunyi-sembunyi. Itu bisa saja karena kecenderungan ingin makan atau minum selalu
ada ketika perut sedang lapar atau lagi haus. Jadi, intinya orang berpuasa itu
adalah orang yang tidak akan makan, tidak minum dan tidak pula melakukan
tindakan lain (hubungan suami-isteri, menginjeksi diri pada batas yang
dilarang, dll) yang dapat membatalkan puasa sesuai ketentuan fiqih, walaupun
tidak orang yang tahu.
Makan dan minum yang akan mengatasi
rasa lapar dan haus, terkadang tidak mudah menahannya ketika berpuasa. Dan jika
tidak mampu menahannya, mungkin saja seseorang yang sedang berpuasa akan
memakan dan atau meminum sesuatu yang meringankan rasa lapar atau hausnya. Dan
itu dapat dilakukan di tempat-tempat yang orang lain tidak tahu. Bersembunyi.
Ketika seseorang makan dan minum di
tempat yang tersembunyi (rahasia) maka otomatis orang lain tidak akan tahu
bahwa orang itu sudah membatalkan puasanya atau belum. Sudah pasti tidak akan
mudah mengetahui perbedaan orang yang baru saja makan atau minum dengan orang
yang sebaliknya. Dari wajah dan gaya kesehariannya bisa saja sama antara dia
berpuasa dengan ketika puasanya sudah dibatalkan.
Itulah maksudnya, betapa rahasianya
puasa di mata orang lain selain Allah. Hanya Allah saja yang tahu bahwa kita
benar-benar berpuasa atau tidak pada hari itu. Sementara orang lain
–adik-kakak, isteri-suami, ayah-emak, atau siapa saja– tidak akan tahu apa
yang sesungguhnya kita lakukan. Maka akan terujilah kejujuran sejati dalam diri
orang yang berpuasa itu. Itu berat.
Sampai di situ, kler bahwa puasa
akan mengukur kejujuran dan ketaatan kita kepada Allah. Tapi istimewanya puasa
pada Ramadhan ini adalah bahwa setiap kita harus menambah kekuatan pertahanan
iman kita dengan kesabaran. Sabar yang dituntut sekarang ini tidak semata
karena lapar dan haus yang wajib ditahan. Tapi jauh dari itu, kesabaran kita
pada Ramadhan tahun ini karena adanya wabah corona yang mengganggu perasaan dan
pikiran kita.
Demi pengelolaan corona (covid-19),
ini begitu banyak kebijakan yang harus kita ketahui dan patuhi. Inilah pertama
dalam sejarah Ramadhan di negeri kita bahwa kita tidak dianjurkan –bahkan
dilarang—untuk solat tarawih berjamaah ke masjid atau musolla. Selain berjamaah
untuk solat Jumat, melaksanakan tarawih tidak sebagaimana biasanya, bukanlah
sesuatu yang dengan mudah dapat kita terima. Kita hanya boleh berjamaah dalam
keluarga inti kita. Tidakkah itu sebuah tekanan yang maha berat bagi kita yang
sudah biasa ke masjid atau musolla?
Keberadaan corona pastinya memang
tidak akan bisa dikesampingkan. Sejauh mana kita berpuasa di Ramadhan ini
kaitannya dengan corona yang mewabah? Bukankah corona ini telah mengambil
banyak perhatian kita dalam kehidupan sehari-hari kita? Di sinilah inti
kesabaran kita akan diuji. Terjadinya silang pendapat antara pemegang kebijakan
(Pemerintah) dengan sebagian masyarakat yang tidak dapat menerima kebijakan
tarawih di rumah saja adalah salah satu contoh betapa kesabaran kita sedang
diuji serius. Sabarkah kita?
Padahal kecendrungan untuk lebih
banyak berbuat baik (ibadah) berbanding di luar puasa yang selama ini juga kita
terapkan, tidak ingin juga ini hilang atau berkurang gara-gara corona.  Kita ingin tetap berbagai kebajikan yang
diamalkan berbarengan Ramadhan, itu tidak terhenti oleh corona. Bersedekah,
infaq, membantu fakir-miskin dan dhuafa lainnya, justeru di saat seperti inilah
yang paling tepat dilaksanakan. Kesabaran dan keikhlasan yang akan memutuskan.
Semoga iman, kejujuran dan kesabaran
kita tetap terpelihara pada Ramadhan di musim corona ini. Kita pertahankan
peran puasa sebagai pembimbing pertahanan iman, kejujuran, kesabaran,
keikhlasan dan semangat berbuat kebajikan. Insyaallah.***
Sudah dipublish di: www.riaupotenza.com
 

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *