Oleh: Zastrouw Al-Ngatawi
ADA proses dialog yang intens di kalangan ulama dan tokoh NU
sebelum menerima Pancasila sebagai azas tunggal dalam berbangsa dan bernegara.
Dialog tidak hanya dilakukan di forum-forum formal ilmiah akademik yang mengeksplorasi
argumen dan gagasan rasional, tetapi juga di forum non formal seperti
silaturrahim dan anjangsana serta forum mujahadah dan riyadloh yg
mengeksplorasi aspek batiniah spiritual.
sebelum menerima Pancasila sebagai azas tunggal dalam berbangsa dan bernegara.
Dialog tidak hanya dilakukan di forum-forum formal ilmiah akademik yang mengeksplorasi
argumen dan gagasan rasional, tetapi juga di forum non formal seperti
silaturrahim dan anjangsana serta forum mujahadah dan riyadloh yg
mengeksplorasi aspek batiniah spiritual.
Salah satu forum tabayyun dan dialog informal mengenai
kajian terhadap azas tunggal Pancasila penulis peroleh dari Gus Amin Hamid
Kajoran, putra Kyai Hamid Kajoran (alm) yg menjadi saksi sejarah atas peristiwa
yg monumental ini.
kajian terhadap azas tunggal Pancasila penulis peroleh dari Gus Amin Hamid
Kajoran, putra Kyai Hamid Kajoran (alm) yg menjadi saksi sejarah atas peristiwa
yg monumental ini.
Diceritakan oleh Gus Amin, pada suatu hari ada beberapa kyai
yg sowan menghadap Kyai Hamid Kajoran diantaranya Kyai Ali Maksum, Krapyak,
Yogyakarta; Kyai Mujib Ridwan, Surabaya dan Kyai Imron Hamzah, Surabaya. Ada
juga waktu itu Kyai Fauzi Bandung yg disopiri oleh Kyai Saeful Mujab,
Yogyakarta. Kyai Ali Maksum adalah salah satu anggota tim bentukan PBNU yg
ditugasi untuk melakukan kajian mengenai azas tunggal Pancasila. Tim ini
diketuai KH. Ahmad Shiddiq dgn anggota Kyai Mahrus Aly Lirboyo, Kyai As’ad
Syamsul Arifin Situbondo, Kyai Masykur Malang dan Kyai Ali Maksum Krapyak.
yg sowan menghadap Kyai Hamid Kajoran diantaranya Kyai Ali Maksum, Krapyak,
Yogyakarta; Kyai Mujib Ridwan, Surabaya dan Kyai Imron Hamzah, Surabaya. Ada
juga waktu itu Kyai Fauzi Bandung yg disopiri oleh Kyai Saeful Mujab,
Yogyakarta. Kyai Ali Maksum adalah salah satu anggota tim bentukan PBNU yg
ditugasi untuk melakukan kajian mengenai azas tunggal Pancasila. Tim ini
diketuai KH. Ahmad Shiddiq dgn anggota Kyai Mahrus Aly Lirboyo, Kyai As’ad
Syamsul Arifin Situbondo, Kyai Masykur Malang dan Kyai Ali Maksum Krapyak.
Para kyai ini menyampaikan kepada Kyai Hamid Kajoran bahwa
ada upaya pemaksaan dari pemerintahan Soeharto untuk menerapkan Pancasila
sebagai azas tunggal. Mendengar pernyataan ini Kyai Khamid langsung menjawab, “Lho,
koq pemaksaan? Pancasila itu kan milik kita, hasil ijtihad-nya para ulama dan
kyai kita, terutama Hadratusysyekh KH Hasyim Asy’ari. Lha, kalo sekarang mau
dijadikan azas tunggal ya Alhamdulillah. Itu artinya dikembalikan ke kita, koq
malah kita merasa dipaksa”.
ada upaya pemaksaan dari pemerintahan Soeharto untuk menerapkan Pancasila
sebagai azas tunggal. Mendengar pernyataan ini Kyai Khamid langsung menjawab, “Lho,
koq pemaksaan? Pancasila itu kan milik kita, hasil ijtihad-nya para ulama dan
kyai kita, terutama Hadratusysyekh KH Hasyim Asy’ari. Lha, kalo sekarang mau
dijadikan azas tunggal ya Alhamdulillah. Itu artinya dikembalikan ke kita, koq
malah kita merasa dipaksa”.
Mendengar jawaban kyai Hamid ini semua tertegun. Kemudian
Kyai Ali bertanya, “Ini tafsirnya bagaimana?”.
Kyai Ali bertanya, “Ini tafsirnya bagaimana?”.
Atas pertanyaan ini kemudian Kyai Hamid menjelaskan soal
sejarah dan tafsir Pancasila menurut ulama NU. Dijelaskan banwa Pancasila
merupakan penjelmaan (sublimasi) ajaran Islam yg mentautkan syariah, aqidah dan
tasawwuf.
sejarah dan tafsir Pancasila menurut ulama NU. Dijelaskan banwa Pancasila
merupakan penjelmaan (sublimasi) ajaran Islam yg mentautkan syariah, aqidah dan
tasawwuf.
“Oleh karenanya kita bisa menjalankan dua sila saja dari
Pancasila secara konsisten dan benar Insya Allah kita bisa menjadi wali,”
demikian Kyai Hamid menjelaskan Dua sila tersebut adalah sila Ketuhanan dan
Kemanusiaan. Mengamalkan sila Ketuhanan artinya kita memahami dan mengerti
Tuhan dgn segala kekuasaan-Nya, perintah dan laranganNya. Sedangkan mengamalkan
sila kemanusiaan artinya kita harus “mengerti manusia”, “memanusiakan manusia”
dan “merasa sebagai manusia”.
Pancasila secara konsisten dan benar Insya Allah kita bisa menjadi wali,”
demikian Kyai Hamid menjelaskan Dua sila tersebut adalah sila Ketuhanan dan
Kemanusiaan. Mengamalkan sila Ketuhanan artinya kita memahami dan mengerti
Tuhan dgn segala kekuasaan-Nya, perintah dan laranganNya. Sedangkan mengamalkan
sila kemanusiaan artinya kita harus “mengerti manusia”, “memanusiakan manusia”
dan “merasa sebagai manusia”.
Kemudian Mbah Hamid menjelas tafsirnya secara detail dgn
perspektif syariah dan tasawwuf . Ketika penafsiran sampai pada pengertian
“merasa manusia”, Kyai Ali Maksum menangis.
perspektif syariah dan tasawwuf . Ketika penafsiran sampai pada pengertian
“merasa manusia”, Kyai Ali Maksum menangis.
Dari penggalan kisah ini dapat terlihat bahwa
Pertama, Pancasila merupakan produk pemikiran (ijtihad) dari
para ulama Nusantara sebagai menivestasi atas ajaran dan nilai2 Islam.
para ulama Nusantara sebagai menivestasi atas ajaran dan nilai2 Islam.
Kedua, sikap NU menerima Pancasila sebagai azas bukan
merupakan sikap keterpaksaan karena adanya tekanan politik, atau sekedar
langkah taktis politik menghadapi tekanan, tetapi merupakan langkah ideologis.
merupakan sikap keterpaksaan karena adanya tekanan politik, atau sekedar
langkah taktis politik menghadapi tekanan, tetapi merupakan langkah ideologis.
Ketiga, sebagai bagian dari kelompok yg ikut merumuskan
Pancasila, NU mengerti sejarah yg menjadi “asbabul wurud” dari Pancasila dengan
segenap spirit dan nilai2 yg ada di dalamnya. Oleh karenanya NU memiliki tafsir
terhadap sila2 Pancasila yg sesuai dgn syariat dan tasawwuf Islam.
Pancasila, NU mengerti sejarah yg menjadi “asbabul wurud” dari Pancasila dengan
segenap spirit dan nilai2 yg ada di dalamnya. Oleh karenanya NU memiliki tafsir
terhadap sila2 Pancasila yg sesuai dgn syariat dan tasawwuf Islam.
Keempat, penerimaan Pancasila sebagai azas tunggal oleh NU
dilakukan setelah melalui berbagai kajian dan upaya riyadloh lahir batin
sebagaimana yang dilakukan para masayikh NU saat menerima Pancasila sebagai
Dasar Negara. Jadi sama sekali bukan keterpaksaan.
dilakukan setelah melalui berbagai kajian dan upaya riyadloh lahir batin
sebagaimana yang dilakukan para masayikh NU saat menerima Pancasila sebagai
Dasar Negara. Jadi sama sekali bukan keterpaksaan.
Kelima, NU adalah ormas Islam pertama yang menerima azas
tunggal Pancasila. Ini artinya NU menjadi pelopor penerimaan azas tunggal.
Secara nalar sikap kepeloporan seperti tidak akan muncul karena terpaksa tapi
karena kajian yang matang dan hujjah yang kuat. Dan para kyai yang ikhlas dan
alim tak akan mungkin mau dipaksa menerima atau menolak sesuatu apalagi yang
terkait dengan masalah agama.
tunggal Pancasila. Ini artinya NU menjadi pelopor penerimaan azas tunggal.
Secara nalar sikap kepeloporan seperti tidak akan muncul karena terpaksa tapi
karena kajian yang matang dan hujjah yang kuat. Dan para kyai yang ikhlas dan
alim tak akan mungkin mau dipaksa menerima atau menolak sesuatu apalagi yang
terkait dengan masalah agama.
Untuk memperkuat argumen ini bisa dilihat dalam risalah Kyai
Ahmad Shiddiq setebal 34 halaman yg dipresentasikan di hadapan Munas Alim Ulama
di Situbondo tahun 1983. Di sini disebutkan banwa Pancasila tidak bertentangan
dengan Islam, secara substansial Pancasila sangat islami. Bahkan butir-butir
dari Pancasila adalah wujud dari nilai-nilai Islam. Sila pertamanya
mencerminkan tauhid, sedangkan sila-sila lainnya representasi dari syariat.
Dalam naskah ini tak ada satupum argumen politis yang mencerminkan keterpaksaan
NU menerima azas tunggal Pancasila.
Ahmad Shiddiq setebal 34 halaman yg dipresentasikan di hadapan Munas Alim Ulama
di Situbondo tahun 1983. Di sini disebutkan banwa Pancasila tidak bertentangan
dengan Islam, secara substansial Pancasila sangat islami. Bahkan butir-butir
dari Pancasila adalah wujud dari nilai-nilai Islam. Sila pertamanya
mencerminkan tauhid, sedangkan sila-sila lainnya representasi dari syariat.
Dalam naskah ini tak ada satupum argumen politis yang mencerminkan keterpaksaan
NU menerima azas tunggal Pancasila.
Zastrouw Al-Ngatawi adalah
Budayawan dan Mantan Ketua
Lesbumi PBNU
Dikirimkan oleh: H. Zubad Akhadi Muttaqien
Budayawan dan Mantan Ketua
Lesbumi PBNU
Dikirimkan oleh: H. Zubad Akhadi Muttaqien