Dua Kemenangan di Bulan Ramadhan, Tetaplah Dipertahankan

Catatan M. Rasyid Nur

KITA baru saja meninggalkan atau ditinggalkan bulan Ramadan. Selama satu bulan kita bersamanya, selama satu bulan itu pula kita berusaha meraih derajat terbaik yang dijanjikan-Nya. Janji itu hanya ada di bulan puasa. Itulah derajat takwa yang insyaallah akan menjadi modal kita beroleh tiket masuk surga-Nya. Di bulan Ramadan, dengan ibadah yang dilaksanakan sepenuh iman dan semata karena Tuhan maka dosa-dosa masa lalu itu akan mendapatkan ampunan. 

Meraih derajat takwa disebut pula dengan meraih kemenangan. Kalau ada kemenangan artinya harus ada yang dikalahkan. Atas keberhasilan mengalahkan itulah disebut meraih kemenangan. Adapun bentuk-bentuk kemenangan yang didapatkan antara lain kemenangan dengan kemurahan hati yang mengalahkan sifat kikir dan tamak. Lalu ada kemenangan lain keikhlasan yang mengalahkan sifat riya.

Kemenangan kemurahan hati 
yang mampu mengalahkan sifat kikir dan tamak adalah kemenangan besar yang sebagian orang mampu meraihnya di bulan Ramadan dan sebagiannya mungkin belum mampu meraihnya. Ada banyak orang yang kikir dan tamak yang tiba-tiba berubah pada bulan puasa menjadi murah hati. Perasaan tidak ingin berbagi yang selama ini ada di hati bisa berubah menjadi ingin berbagi selama bulan puasa. Itulah kemenangan kemurahan hati.

Benar, kalau tamak dan kikir adalah penyakit yang bersarang di hati yang menjadi penyebab seseorang tidak mau berbagi. Hasrat ingin kaya yang tidak pernah puas membuat seseorang tidak sudi berbagi harta kekayaan dengan orang-orang yang membutuhkan. Boleh jadi karena tidak memahami bahwa pada harta kekayaan yang dimiliki ada hak orang lain di dalamnya. Atau jika sudah memahmi tetap saja tidak mau berbagi karena sifat tamak dan kikir tadi. Setiap diri dialah yang tahu mengapa seseorang tidak mau berbagi.

Alhamdulillah di bulan Ramadan sifat buruk itu dapat dikalahkan. Sifat murah hati mengalahkan sifat kikir dan tamak. Ini satu kemenangan yang tidak akan mudah. Tidak juga bisa datang serta-merta. Lazimnya karena usaha yang berat dan bersungguh-sungguh. Di bulan Ramadan hidayah Allah diberikan kepada orang-orang yang berusaha untuk mendapatkannya. Maka rajinlah orang yang tadinya kikir, kini menjadi murah hati untuk berbagi. Sifat kikir dan tamaknya dapat ditekan dan dikalahkan oleh sifat murah hatinya.

Kita tahu bahwa ketamakan dan kekikiran adalah adalah sisi buruk dari perilaku
manusia yang sebenarnya akan mendatangkan mudharat. Disadari atau tidak sifat buruk inilah yang akan menjadi sumber malapetaka sosial yang
melanda umat. Besarnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang melanda suatu daerah atau di negera kita pada hakikatnya disebabkan karakter kikir dan tamak dari sebagian orang.
Jurang pemisah antara kaya dan miskin, pejabat dan rakyat pada hakikatnya bermula dari terpeliharanya sifat kikir dan tamak. Maka beruntunglah jika kita mampu mengalahkan sifat ini, setidak-tidaknya dalam bulan Ramadan itu. Mari niatkan dan usahakan untuk seterusnya di bulan-bulan yang akan datang.

Kemenangan kedua yang ingin diulangbualkan di sini adalah kemenangan keikhlasan hati yang mengalahkan sifat riya. Kemangan ini juga menjadi kemanangan yang sangat penting bagi kita jika mampu meraihnya. Tidaklah mudah menjadi orang ikhlas (mukhlisin) yang sesungguhnya menjadi penentu nilai ibadah kita di mata Allah. 

Mukhlisin atau orang-orang ikhlas adalah golongan
orang-orang yang Allah begitu ridha dengan mereka. Namun seikhlas-ikhlasnya
dalam setiap amal tidak boleh sedikitpun merasa aman dari penyakit riya. Di
sinilah peran kesabaran dalam ketaatan menjalankan perintah Allah. Kesabaran
adalah proses puncak menuju maqam mukhlisin. Perlu proses juga untuk mendapatkannya. 

Puasa mengajarkan kita tentang
bagaimana sebuah amal yang kita kerjakan hanya diketahui oleh Allah. Rasulullah
sampai mengingatkan para sahabatnya, “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan
atas kalian adalah syirik kecil, maka para sahabat bertanya: ‘apakah syirik
kecil itu, wahai Rasulullah?’. Beliaupun bersabda: ‘Syirik kecil itu adalah
riya’. Pada hari kiamat ketika manusia dibalas dengan amal perbuatannya maka
Allah akan berkata kepada orang-orang yang berbuat riya: ‘pergilah kalian
kepada apa-apa yang kalian berbuat riya’, maka lihatlah apakah kalian mendapat
balasan dari mereka”.
(HR. Ahmad). Artinya riya itu sebuah penyakit yang mesti diobati atau dilawan.

Para ustaz sudah selalu mengingatkan bahwa penyakit riya amatlah berbahaya karena ia akan menjangkiti
seseorang bukan dalam keadaan seseorang bermaksiat tetapi justru ketika
seseorang beramal shalih. Selain itu bila seorang yang beriman dalam amal
shalihnya ternodai oleh sifat riya, berarti terdapat dalam dirinya  satu bagian dari sifat-sifat kaum munafiqun. Alhamdulillah, jika proses ibadah selama puasa kemarin dapat mengalahkan penyakit ini maka itulah kemenangan penting yang juga akan mengantarkan kita ke pintu syurga.

Untuk dua kemenangan ini dan atau kemenangan-kemenangan lainnya, sikap kita tentu saja menjaga, merawat dan mempertahankannya untuk terus dilaksanakan pada waktu-waktu ke depannya. Semoga Allah memelihara kita untuk mampu bertahan dengan kemenangan ini.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *