24 Mar 2020

Keras Kepala Merusak Iman

Keras Kepala Merusak Iman

Oleh Mohammad Nasrudin
SAAT Anda naik pesawat, ada seseorang yang ngeyel dg peringatan pramugari agar segera mematikan HP dan elektronik lainnya, dengan beralasan.."sudah lah mbak ga perlu cemas.... hidup mati seseorang sudah ditetapkan Allah, ngapain meski matikan HP". Bagaimana perasaan Anda? , Jengkel nggak lihat orang seperti ini?,

Jengkel kan..."dasar keras kepala" gumam kita. Dia ga sadar klo akibat sikapnya yg keras kepala bisa berakibat fatal terhadap penumpang lainnya.

Nampaknya orang seperti ini beriman, namun sesungguhnya dia keras kepala yg membawa2 nama Allah. Krn klo orang beriman nampak dari sikapnya yang taat pd ulil Amri, menghindari bahaya, menjaga keselamatan orang lain.

Nah demikian juga halnya sekarang saat menghadapi wabah virus Corona ...ketika ada instruksi dari pemerintah dan ulama agar lakukan jarak sosial, jauhi kerumunan dan berdekatan dengan orang lain, jangan keluar rumah jika tidak penting. Lalu ada yg komentar seperti penumpang pesawat yang ngeyel tadi." Ngapain takut, hidup mati ada di tangan Allah". Tetap keras kepala beraktivitas dan berkerumun.

Anda pasti juga jengkel. Karena sikapnya yang keras kepala tersebut akan berdampak buruk terhadap orang lain, jika hal buruk terjadi.

Orang ini merasa paling benar, paling beriman. Padahal dia keras kepala dan kurang ilmu serta iman.
Orang beriman pasti mengikuti firman Allah,.  dan Sunnah nabi, untuk memelihara kehidupan,. Menjaga kesehatan, dan taat pada perintah Ulil Amri atau pemimpin yang menjalankan tugasnya untuk menjaga kesehatan dan keselamatan rakyatnya.

Salam sadar diri mengusir Corona

Monas Inspire.

22 Mar 2020

Cover Buku Catatan Perjalanan itu Menambah Semangat Baru

Cover Buku Catatan Perjalanan itu Menambah Semangat Baru


Oleh M. Rasyid Nur
TERBANGUN pagi, di suatu pagi (Jumat) 20 Maret 2020 itu rutinitas saya biasa saja. Setelah prosesi di kamar mandi --dari BAB, gosok gigi dan mandi-- terus bersiap diri untuk menghadapi Ilahi ke masjid yang tidak jauh dari rumah. Kalau masih ada waktu untuk beberapa rakaat sunat sebelum masuk waktu, saya sempatkan melakukannya. 

Begitulah setiap pagi. Termasuk pagi itu. Mungkin semua kita begitulah adanya. Tapi terbangun Jumat berkah itu ada sedikit yang berbeda saya rasa. Serasa terasa ada berbunga di hati saya. Iih, sentimentil begitu, heh. Ya, benar. Saya merasa hati begitu berbahagia pagi itu. Saat bersiap menanti waktu subuh itu, seperti biasa juga saya buka Laptop atau HP, jika masih juga ada sisa waktu sebelum berangkat ke masjid. Blass, mata saya sedikit terbelalak. Ada sinopsis calon buku saya tertulis. Dikirimkan oleh salah seorang editor Media Guru. Itulah awal rasa bahagia itu. Saya teringat, saya memang sudah mengirimkan tugas itu ke Tim Media Guru.

Tertulis di sudut kanan bawah gambar itu pukul 23.07. Itu berarti gambar itu terkirim pada jam itu. Saya sudah bersiap di peraduan, pada jam segitu. Saya tidak tahu lagi kalau ada pesan WA yang masuk ke HP saya. Tapi pagi ini saya benar-benar bangga dan haru, setelah tahu. Cover calon buku dengan judul 'BERLIBUR UNTUK BERHIBUR, CATATAN PERJALANAN SEORANG GURU', itu sudah keluar. Tim ilustrator Media Guru sudah membuatkan cover calon buku saya itu. Alhamdulillah.

Saya ingin menulisnya di halaman ini. Ini sebuah kenyataan. Cover buku itu kembali menambah nyala api semangat di hati ini. Bukan karena semangat untuk menulis itu sudah padam. Akan terus menyala dan akan terus dinyalakan api semangat untuk menulis itu. Perinsip 'CintakuLiterasiKumenulisSetiapHari' itu akan terus ada. Akan terus dibuktikan. Hanya sedikit meredup oleh berbagai situasi. Lumroh.

Tapi hadirnya calon buku baru dengan hadirnya cover calon buku itu menambah bara api semangat itu. Itulah yang akan saya katakan pada ccatatan singkat ini. Cover buku itu menambah semangat baru. Dan seharusnya memang begitu. Setiap moemn akan selalu ada pengaruhnya. Bahkan jika apinya pernah padam, dengan satu momen harus kembali dihidupkan. Insyaallah, kita akan terus menghidupkan semangat menulis kita.***
Catatan yang agak mirip saya publish juga di www.mrasyidnur.gurusiana.id

21 Mar 2020

Menerapkan Tawakal dengan Benar dalam Menyikapi Corona

Menerapkan Tawakal dengan Benar dalam Menyikapi Corona

Oleh Mohammad Nasrudin


MASIH banyak masyarakat yang masih salah menerapkan konsep tawakal kpd Allah terkait penyebaran wabah virus Corona. Mereka terus berhujjah bahwa mereka bertawakal pd Allah saja namun  dg cara melawan bahaya tanpa berikhtiar mengatasinya sebagaimana riwayat yang dicontohkan Rasulullah Saw. Seharusnya pahami agama dg menggunakan riwayat dulu bukan logika, agar tidak tersesat kecuali tdk ada riwayat yang mengaturnya.

 Mereka terus mengembangkan pendapat paham pasrah total tanpa mau berikhtiar mengatasi wabah virus dg mengatakan bahwa virus ini milik Allah ,sy pasrah pd Allah. Saya ngga takut pd virus Corona, saya hanya takut kpd Allah, hidup dan mati sdh ditentukan Allah.

Sekilas pendirian seperti ini memang benar. Dan saya akui akidah ini sdh benar. Tapi cara menerapkan nya yang kurang tepat.

Anda tahu dimana salahnya? Salahnya adalah mereka pasrah total tanpa memperdulikan langkah langkah Syara' yg telah dicontohkan Rasulullah Saw dalam mengatasi masalah seperti ini, yakni kita wajib berusaha terlebih dahulu sebelum pasrah total kepada Allah.

Pasrah total dengan melawan sunnah nabi Muhammad Saw itu jelas kesalahan. Kita wajib pasrah kepada Allah dg mengikuti sunnah nabi. 

Apa itu sunnah nabi, jangan masuk suatu daerah yang ada penyakit mewabah, dan jika anda ada di dalamnya,jangan keluar. Ini adalah konsep isolasi atau social distancing yg dicontohkan Rasulullah Saw yg sedang dilakukan pemerintah di seluruh dunia dan sudah difatwakan ulama ulama Indonesia, Mesir, Arab Saudi, Yaman dsb. 

Kalau setelah berusaha dg prosedur yang benar, lalu kita masih sakit, barulah kita pasrah total dg ketentuan Allah. Inilah takdir Allah yang wajib kita ridho menerima nya. Jangan mengatakan pasrah tanpa mau berusaha, ini jelas salah. Ini adalah pelajaran akidah dasar yang kita mungkin lupa. Klo ini yg dipahami, berarti kita ga perlu kerja, ga perlu ikhtiar, toh Allah sdh tetapkan rezeki untuk kita. Kita ga perlu makan, toh hidup mati ,sdh Allah tetapkan 😀.

Jd fatwa MUI sdh benar, langkah pemerintah sdh benar... tinggal kita memahaminya dg benar dan dg ilmu yang benar bukan ego dan emosi tanpa ilmu. Makanya segala amal wajib dilandasi ilmu. Amal tanpa ilmu mardud, pasti ditolak oleh Allah.

Kita menyangka ,apa yang kita lakukan sdh benar, rupanya kita sedang melakukan upaya bunuh diri dan menjadi fasilitas tersebar nya virus yang bisa mengakibatkan banyak orang akhirnya sakit dan terpapar virus akibat pendirian kita yg salah tapi kita anggap benar.


Masihkah kita ngeyel dengan paham yang salah, padahal telah datang ilmu yang jelas kepada kita dari Allah dan rosulNya?

Saya tahu anda berani mati, anda ga takut Corona,. Tapi takutlah pd Allah dan rosulNya dengan cara mengikuti Sunnah Rasulullah.

Pikirkan dg mengembangkan paham yg salah ini, artinya kita memperlama virus ini bertahan lama di lingkungan kita yg dapat berakibat fatal terhadap nasib orang orang yang kita cintai dan masyarakat di sekitar kita.

Kalau kita sendiri yg mati , mungkin ngga ada masalah...tapi kalau kita menyebabkan banyak orang mati akibat pendirian kita, itu masalah besar.

Jd luruskan pemahaman yang salah bahwa menghindari kerumunan apa saja termasuk di masjid adalah sesat ketika dalam kondisi darurat.

Tidak ada niat ulama sekarang utk menjauhkan umat dari Masjid. Tapi ini taqdir Allah. Cara menghindari kerumunan ini, termasuk menghindari kerumunan di masjid  sudah di lakukan ulama ulama zaman dulu yg sdh dicontohkan oleh Rasulullah Saw ketika ada wabah penyakit terjadi.

Insyaallah ini cepat berlalu kalau kita ikuti tuntunan Allah dan rosulNya. Teruslah belajar dan menggali ilmu agar kita tdk tersesat paham dan ditipu syetan.

Rosululloh selalu mencontohkan bagaimana beribadah saat normal dan saat dalam keadaan darurat.

Cara berwudhu saat normal dan saat darurat itu berbeda. Cara sholat saat kondisi normal dan saat kondisi darurat juga berbeda. Semua ada ilmunya. Gunakan ilmu  bukan logika dan nafsu kita. Karena agama itu riwayat. Dan biasakan selektif menerima dan men-share informasi yang tidak jelas kebenarannya. Cek and recheck kebenarannya.

Apalagi terkait hadist nabi. Hindari hadist hadist dhoif selama ada hadist sohih.  Biasakan melakukan tarjih thdp hadist yang kita terima,jangan langsung dishare.itu berarti kita menebar kedustaan. Saya sering melihat,, rekan rekan sangat mengandalkan hadist hadist dhoif sebagai hujjah dan begitu diyakini untuk menguatkan sikapnya. Contohnya hadist ttg " ketika Allah turunkan penyakit dari langit kpd penduduk bumi, maka Allah akan jauhkan dari orang orang yang meramaikan masjid. Ini adalah hadist dhoif yang di-share kemana mana. Hadist dianggap dhoif krn beberapa perawinya lemah,tidak tsiqoh dan mengandung syadz atau kejanggalan.

Sebaiknya klo berhujjah gunakan hadist hadist yang kualitasnya sohih. Jadi klo ada dua hadist bertentangan,. Antara sohih dan dhoif, kita wajib merojih atau memilih yang sohih dan membuang yang dhoif. Ini namanya mentarjih.

Dengan begitu kita tidak mempengaruhi orang orang yang membaca tulisan kita atau meyakini pendapat kita ke arah kesesatan, meskipun maksud kita baik.

Semoga bisa dipahami dan bermanfaat.

Wallahu a'lamu bishowab.

Catatan pena tauhid
Monas Inspire

20 Mar 2020

Memahami Fatwa MUI Tentang Peniadaan Solat Jumat Berjamaah (Sementara)

Memahami Fatwa MUI Tentang Peniadaan Solat Jumat Berjamaah (Sementara)

Oleh Mohammad Nasrudin

KALAU manusia takut pada kepda binatang buas seperti harimau,ular, komodo, dan virus Corona, dsb, lalu  dia menghindari potensia bahaya yang bisa terjadi dr hewan yang Allah takdirkan memiliki sifat buas dan liar ini, lantas jangan disimpulkan bahwa dia lebih takut pd selain Allah, tentu.kacau klo cara berpikirnya seperti ini. Itu bukan takut kepada selain Allah namanya. Melihat keadaannya.

Allah yg suruh untuk menghindari makhluk seperti ini utk menghindari kemudharatan yg mungkin bisa ditimbulkan nya, seperti Allah perintahkan utk menjauhi syetan,orang dholim, fasik,dll yg bisa mencelakai kita. Jadi, perintah menjauhi bahaya dari keadaan seperti itu adalah perintah Allah. Menghindari bahaya bukan berarti takut pada makhluk melebihi takutnya pd Allah.

Menghindari bahaya juga bagian dari perintah Allah yang harus dijalani, wa la tulku biadikum ila tahlukah, jangan jerumuskan dirimu dalam kebinasaan. Kalau tidak, kita akan dihukumi bunuh diri. Bunuh diri haram dalam agama.

Ketakutan seperti ketakutan Yg wajar ,yg tidak bisa disimpulkan bahwa dia takut kpd selain Allah.  Nabi Musa as,. Pernah menunjukkan rasa takut kepada Fir'aun   sebagai reaksi awal krn besarnya bahaya yg mgkn ditimbulkan Fir'aun kpd siapapun yang berani melawannya kala itu.

Nabiyyuna Muhammad SAW, juga pernah menunjukkan reaksi ketakutan Yg wajar sbg manusia ketika awal awal berdakwah, akibat tekanan begitu kuat dari kaum Quraisy. Karenanya nabi Muhammad pergi hijrah dari Mekkah ke Madinah, awalnya adalah untuk menghindari bahaya dari upaya pembunuhan yang akan dilakukan kaum kafir Quraisy saat itu.

So, pemahaman nya harus diluruskan agar tidak salah paham memahami fatwa MUI. MUI berfatwa sudah sesuai dengan akidah. Keselamatan yang Allah perintahkan untuk dijaga juga sudah menjadi pertimbangan MUI.

MUI menfatwakan agar kita menghindari bahaya untuk sementara krn adanya wabah, bukan berniat melarang umat islam utk meninggalkan sholat jumat selamanya. Ini jangan salah pemahaman. Apakah sengaja menghadapi bahaya itu tidak sama dengan bunuh diri? Padahal bunuh diri itu adalah sesat di sisi Allah. Jadi, wajib menghindari bahaya yang sudah nyata.

Hal itu dilakukan untuk kemaslahatan umat. Jika wabah telah terjadi.
Jika wabah belum terjadi,  ya ga mungkin larangan sholat Jum'at dilakukan.

Ada illat melatarbelakangi keputusan ini krn situasi dhorurat, maka boleh mengganti sholat Jum'at dg sholat dhuhur selama dhorurat.

Sama halnya bolehnya kita tidak sholat Jum'at krn sakit parah, namun kita masih wajib melakukan sholat dhuhur meskipun dg isyarat karena sakit parah.

Jadi kita yang tahu, situasi daerah kita sudah masuk status dharurat atau belum, setiap daerah tentu berbeda beda kondisinya. Silahkan Pemda yang berwenang menetapkan status tersebut, apakah sudah masuk dharurat atau belum.
Jika belum dharurat, ya kita masih wajib melakukan sholat Jum'at berjamaah di masjid. Jika sebaliknya sdh masuk status dharurat, maka kita bisa mengganti sholat Jum'at dg sholat dhuhur di rumah masing-masing.

Fatwa MUI ini harusnya bisa dinisbatkan ke konteks yang lain, misalnya di tempat kerumunan yg lain yg mengandung resiko berbahaya. Seperti mall, pasar, pelabuhan dll, Silahkan dikembangkan sesuai konteksnya tanpa ada kecurigaan dan prasangka buruk kpd ulama dan sesama. Karena setiap tempat punya kajian analisis masing-masing, dan kewenangan masing-masing.

Kalau secara pribadi, sy akan ajak anda semakin kuat ibadah nya ke masjid atau dimana saja, perkuat istiqfar, sholat tahajud, baca do'a,baca hizb,sedekah dll. Tapi ini kan ajakan pribadi, bukan fatwa yang berlaku umum.  Klo fatwa kan berlaku umum, utk semua orang, baik kuat iman,iman sedang, atau iman yang lemah.

Anda yg tahu postur iman anda masing-masing tanpa memaksa, merendahkan pihak lain. Krn MUI melindungi semua nya bukan kelompok ttt saja.

Kita yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan diri dan keluarga kita masing-masing di hadapan Allah. Kita termasuk orang amanah, dholim, bertanggung jawab atau lalai, semua itu Allah yang mengadili kita masing-masing kelak. Rasanya ga ada waktu dan hak kita mengadili orang lain, karena sikap kita sendiri pun akan dihisab oleh Allah.

Waalahu a'lamu bishowab.

Semoga bisa dipahami.

19 Mar 2020

Surat Terbuka Buat Teman Penulis: Menulis itu Untuk Kita Juga

Surat Terbuka Buat Teman Penulis: Menulis itu Untuk Kita Juga



Oleh M. Rasyid Nur
BAPAK- Ibu, teman-teman sekalian yang saya hormati.
Sebagai guru (pendidik) tugas utama kita adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi anak-didik (peserta didik) kita. Tentu saja di tempat kita menjadi guru. Keterangan itu dapat terbaca oleh kita di Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sebagai pendidik profesional itulah tugas utama kita.

Tidak ada tugas menulis atau membuat karya tulis, memang. Tapi sebagai guru yang dituntut berkompeten di empat ranah sekaligus yakni, pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional maka kreativitas menulis tidak dapat dielakkan. Untuk berkompeten secara profesional yang ditandai dengan perolehan sertifikat, misalnya sudah pasti itu hanya didapatkan dengan melewati beberapa tahap yang selalu bersinggungan dengan kreativitas tulis-menulis.

Sesungguhnya keharusan menulis bagi kita sebagai guru tidaklah semata tersebab kedudukan kita sebagai tenaga profesional yang berfungsi untuk meningkatkan martabat serta sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan sebagaimana terurai dalam Undang-undang yang mengatur kita sebagai guru itu saja. Namun lebih dari itu dengan kreativitas tulis-menulis yang menjadi bagian kehidupan kita, itu justeru untuk dan akan menguntungkan diri kita sendiri secara personal. 

Ibarat peribahasa, 'Sekali mendayung dua-tiga pulau terlampau' artinya dengan menggeluti kreativitas tulis-menulis yang tugas pokoknya adalah sebagai guru, maka tentu saja itu bergunanya juga untuk diri kita secara pribadi. Artinya menulis bagi guru, bukan hanya untuk keperluan fungsi dan tanggung jawab keguruan kita saja, tapi juga untuk keperluan pribadi kita. Maksudnya, secara tugas profesi dia akan membantu tugas-tugas mengajar kita. Tapi secara pribadi akan mendatangkan keuntungan tersendiri pula. Katakanlah hasil dari karya tulis itu sendiri.

Dengan begitu, kebersamaan kita di grup-grup menulis seumpama di Media Guru, misalnya, yang bervisi menjadikan Guru Penulis untuk para guru di seluruh penjuru Tanah Air, artinya kita sekali melangkah dua usaha dan hasil sekaligus didapatkan. Bisa juga menggunakan peribahasa 'sambil menyelam, meminum air.' yang bermakna kurang lebih sama dengan pribahasa itu tadi. 

Hai, Bapak-Ibu penulis, teruslah kita menghasilkan karya tulis. Semoga surat pendek ini berguna juga untuk saling mengingatkan kita dengan fungsi dan tanggung jawab kita. Semoga.***
Ada juga di: https://mrasyidnur.gurusiana.id/article/2020/03/sekali...

18 Mar 2020

Virus Corona dan Sikap Tak Patut dari Kita*

Virus Corona dan Sikap Tak Patut dari Kita*


Oleh M. Rasyod Nur
VIRUS corona sudah menjadi wabah. Wabah di mana-mana. Di seluruh dunia, bahkan. Kabarnya, sudah 100-an negara yang terpapar virus maha bahaya ini. Indonesia salah satunya, pasti. Indonesia sendiri termasuk yang cukup tinggi penderitanya.

Sikap negar-negara di dunia sesungguhnya sama, ingin menghentikan penyebarannya dan menyembuhkan rakyatnya sudah terkena. Hanya saja caranya tentu berbeda-beda. Disesuaikanlah tentunya dengan keadaan negara masing-masing.
Ada negara yang menghentikan (menutup) pintu masuk-keluar dari dan ke negaranya alias lockdown. Tapi ada juga yang tkidak sampai menutup atau sekadar menutup di tempat (daerah/ kota) tertentu saja. Itu urusan penguasa negara tersebutlah.
Yang masih membuat galau, terutama di negara kita adalah sikap yang sepertinya belum seragaman diantara satu orang dengan orang lainnya. Tidak hanya di antara rakyat di akar rumput yang mempunyai sikap berlainan, malah di antara orang-orang 'hebat' (entah pejabat atau tokoh) juga ada yang tidak seragam sikapnya.
Tapi salah satu sikap yang paling tidak patut dan terjadi di negara kita adalah adanya masyarakat yang menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Memnafaatkan kesulitan orang untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Lihatlah, betapa tega orang-orang yang memborong masker, misalnya untuk sekadar menjual kembali dengan harga 'selangit. Konyol, kan? Ada juga yang memborong barang kebutuhan pokok untuk sekadar kebutuhan yang dianggap keterlaluan. Mengapa harus membeli dalam jumlah berlebihan? Kan membuat kesulitan bagi orang lain?
Inilahn sikap yang barangkali tidak patut dilakukan oleh siapapun. Dengan negara sebesar Indonesia, terdiri dari ribuan pulau sebagai tempat tinggalnya, betapa akan sulitnya nanti jika barang kebutuhan sampai langka hanya karena ingin keuntungan pribadi. Janganlah.***

*Artikel yang sama di: https://mrasyidnur.gurusiana.id/article/2020/3/virus

17 Mar 2020

Bukan Libur, Tapi Dirumahkan

Bukan Libur, Tapi Dirumahkan


TANAIKARIMUN.COM - SUDAH semua daerah merumahkan peserta didik di Tanah Air kita sejak dimulai oleh beberapa daerah saja di awal mula mewabahnya virus corona alias covid-19. Anak-anak tidak lagi ke sekolah untuk belajar seperti biasa. Belajarnya di rumah. Masih ada juga yang bertanya atau salah memahami: sekolah libur.

Corona adalah puncanya. Keputusan untuk meminimalisir bahkan memutus potensi terpapar virus corona (covid 19) itu di kalangan siswa, itulah pokok pikirannya. Dengan tidak ke sekolah seperti biasa, sudah pasti setiap anak-anak tidak lagi akan saling bersama, saling berdekatan sebagaimana biasanya. Maka harapannya virus itu tidak berpindah dari satu orang ke orang lainnya.

Namun masih ada kesalahan pemahaman terhadap tidak ke sekolahnya para siswa yang disebabkan oleh persoalan corona ini. Yang beredar di --sebagian-- masyarakat adalah libur sekolah. Anak-anak atau guru libur karena adanya virus corona. Itulah yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat. Benarkah libur?
Seharusnya tentu tidak memakai istilah libur. Karena makna libur adalah tidak bekerja atau tidak sekolah. Benarkah tidak sekolah yang ditegaskan dalam keputusan liburnya anak-anak itu adalah karena semata tidak sekolah, tidak belajar atau tidak ada aktivitas pembelajaran? Persepsi inilah yang mesti diluruskan. Sekali lagi, bukanlah libur atau tidak sekolah. Hanya tidak ke sekolah.

Sesungguhnya bukanlah tak sekolah. Bukan juga libur sekolah. Edaran dan arahan Pemerintah sama sekali bukanlah begitu yang diinginkan. Anak-anak tidak harus ke skolah karena khawatir terkena virus corona. Bukan karena saatnya tidak belajar alias istirahat karena selesai ujian, misalnya. Bukan. Anak-anak tidak perlu ke sekolah karena khawatir terkena virus. Tapi anak-anak harus tetap belajar. Artinya belajar di rumah.
Kalau begitu, seharusnya istilah yang dipakai memang bukan 'diliburkan' tapi 'dirumahkan' untuk maskud belajar di rumah saja. Istilah 'DiRumahAja' itulah jargon yang kini sudah semakin familiar setelah setengah bulan dilaksanakan. Secara umum bahkan semua orang sekarang diminta di rumah saja, 'Stay At Home' saja untuk target memutus rantai penularan virus tersebut.

Yang pasti di rumah pun, oleh pihak sekolah anak-anak tetap diarahkan untuk belajar. Tetap dikelola pembelajarannya dengan segala fasilitas yang ada dan mampu dilaksanakan. Belajar sistem daring (dalam jaringan/ online) adalah yang paling mungkin untuk dilaksanakan.***