ARTIKEL ini dimuat di portal hajinews.id pada 24 Desember 2020 kemarin dengan judul yang hampir sama, Sambut Tahun 2021, Tuntaskan Vaksinasi Covid-19. Wujudkan Kepastian. Ditulis oleh Dr.Abidinsyah Siregar, DHSM,MBA,MKes. Saya –izin– share seutuhnya untuk tamabahan informasi kita. Saya percaya, sebagai guru kita juga sangat perlu informasi ini.
Tulisan belyau selengkapnya, diawali dengan penjelasan bahwa wabah penyakit bukan sekali dua kali pernah menjadi pandemi di dunia. Setiap peristiwa berbeda penyebab dan pola sebarannya. Begitu pula dengan virus covid-19 yang mudah menyebar diantara orang-orang sebelum gejalanya muncul, sehingga banyak orang terkecoh padahal sedang berada di sekitar orang-orang yang sudah terinfeksi.
Pak Doktor Abidinsyah mengulang keterangan teoritis, sang virus yang membutuhkan tempat untuk bertahan hidup. Kehadirannya, perkembangan dan pengulangannya sangat terkait dengan perilaku dan kebiasaan “buruk” manusia. Katanya, “Sekalipun manusia dianugrahi kesempurnaan oleh Sang Pencipta, diberi akal dan indrawi yang lengkap, dan dengan kelengkapan itu terbukti manusia mampu mengelola dunia, tetapi tetap saja lebih banyak yang tidak mampu mengelola dirinya atau kebiasaannya.”
Dalam masa Pandemi Covid-19, tiap Negara bagaikan membuka “Kotak Pandora” yang antara lain membuka status dan perilaku buruk kesehatan masyarakatnya. Juga status ekonomi, status pendidikan, status kewaspadaannya dan kedisiplinannya.
Bangsa China tempat awal kejadian coronavirus sejak pertengahan Desember 2019, menyadari adanya karakter yang sama pada ribuan penderita gangguan pernafasaan, langsung melakukan Surveilans Epidemiologi, Uji Mikrobiologi, dan berbagai konfirmasi lintas keilmuan, yang akhirnya menemukan adanya “virus” baru.
Sekalipun belum dikenal. mereka langsung “pasang sikap bahwa ini virus” dan perlu melakukan Protokol Penanganan Virus. Pisahkan yang terinfeksi, lindungan komunitas yang belum terpapar. Tutup aktivitas social. Tutup perbatasan Kota. Tutup bandara dan transportasi antar luar kota serta banyak lagi. Dan pulangkan semua Bangsa asing apapun misinya, apakah diplomatic, pendidikan, bisnis atau wisata Semua wajib kembali ke Negara asal.
Dalam tempo 5 bulan sejak Desember 2019, virus yang kemudian berhasil diindentifikasi dan diberi nama COVID-19 naik menjulang cepat sampai puluhan ribu sejalan dengan mobilitas manusia. Namun segera melambat karena mobilitas manusia sebagai jalan transportasi virus Covid-19 antar manusia dihentikan.
Sejak bulan Mei 2020 praktis angka kasus terkonfirmasi virus “berhenti” pada angka 80.000an kasus dengan 4.600 kematian, dan kini pertambahan perhari naik/turun sekitar 10 kasus dan tidak ada lagi kematian. Channel News Asia melaporkan bahwa masyarakat kota Wuhan kembali hidup normal. Sejak April jalanan kembali padat dan macet, antrian panjang ditempat penjualan makanan tanpa rasa takut, kegiatan Olahraga dan music ditempat terbuka.
Apa yang dilakukan China?. Perpaduan lockdown, 3M dan 3T secara massif. Kota terbesar ke-7 di China dan ke-42 di dunia itu, menutup tiga stasiun kereta api utamanya, 13 stasiun bus, seluruh penerbangan, seluruh jaringan kereta bawah tanah, serta hampir semua jalur bus kota dan 251 pelayaran feri di Sungai Yangtze.
Dengan tracing luas, test berulang hingga mencapai 160.000.000 test. Dalam 5 bulan virus covid-19 terkendali, dan kehidupan sudah normal kembali, dengan menjalankan Protokol Kesehatan dan tanpa vaksin. Semua dicapai 76 hari.
Membaca informasi di negeri kita, Indonesia per 16 Desember pukul 12.00 WIB, tercatat 636.154 kasus terkonfirmasi (bertambah 6.725 kasus baru), kematian 19.248 orang (bertambah 137 orang), sembuh 521.984 orang (82%). 94.000an orang yang sedang dirawat di Rumah Sakit-Rumah Sakit Rujukan Covid-19. Ada sejumlah alasan yang bisa diperdebatkan mengapa Indonesia HARUS vaksinasi.
Upaya Penanggulangan Virus Covid-19 sudah dilakukan. Pengorganisasian sudah mengalami beberapa perubahan dan perluasan. Penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) bagi Daerah yang mematuhi arahan Kebijakan Pusat maupun yang tidak menerapkan PSBB (sekalipun Daerahnya sudah “Red zone”), hingga penerapan fase transisi dan kembali PSBB sudah dilakukan.
Problem paling kritis saat menurut Pak Abdinsyah adalah semakin sedikit ketersediaan fasilitas kesehatan dan ratio Tenaga Kesehatan. Sekalipun Jurubicara Satgas Covid-19 Prof Wiku Adisasmito pernah mengatakan yang tergunakan saat ini 57,97%. Beberapa kota besar di Jawa Barat menurut Gubernur Ridwan Kamil sudah mencapai hunian 80%. Jakarta dari 98 RS Rujukan Covid-19 sudah hampir 5.000 tempat tidur terpakai dari 6.306 TT (79%), sedangkan ICU sudah terpenuhi 70%. Itu data sebelum pelaksanaan Pilkada 9 Desember. Sementara itu diberbagai kota sudah terkhabar laporan pasien termasuk Dokter terinfeksi menemukan RSRC-19 sudah penuh.
Cepat atau lambat batas toleransi akan terlampaui, karena dengan rata-rata pertambahan kasus perhari diatas 6.000 orang dan angka kesembuhan 82%, maka rata-rata pertambahan kasus aktif sebanyak 700 orang perhari, artinya RSRC-19 butuh lebih 700 TT perhari, dalam seminggu butuh hampir 5.000 TT baru, sudah overload atau melampaui ketersediaan.
Tidak hanya TT, tetapi juga perbekalan kesehatan lainnya seperti peralatan medis, farmasi, oksigen, ventilator, dan berbagai life support medical equipment lainnya, disamping logistic seperti APD, ICU, dan tenaga kesehatan multi disiplin dan aneka kompetensi, yang semuanya tentu ada batasnya. Tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga non-kesehatan. Seperti tingginya penyangkalan dari masyarakat.
Seperti temuan survey BPS pada 7-14 September yl, dimana dari 20.000 responden diketahui ada 17% TIDAK PERCAYA ADANYA COVID-19. Mereka yakin atau sangat yakin dirinya tidak akan tertular Covid-19. Fakta lain, 22-25 % tidak mematuhi Protokol Kesehatan. Terbukti maraknya Kluster Kantoran, Hingga saat ini Kantor atau unit kantor silih berganti melakukan Lockdown.
Beritasatu 26 November mengutip paparan Prof.Dadan Umar (Tenaga Profesional Lemhannas RI) yang mencatat kondisi bulan Juni 2020 terjadi penurunan Indeks Ketahanan Nasional (IKN). Jika ditahun 2019 (sebelum terjadi Pandemi Covid-19) berada pada indeks 2,82 dari skala 1 – 5, maka pada tahun 2020 akibat Pandemi Covid-19 menurun menjadi 2,70. Itu sama dengan kondisi di tahun 2015. Sedangkan indeks ketahanan Demografi, ketahahan Ekonomi mengalami penurunan yang cukup tajam. Dadan menegaskan “Capaian IKN selama 5 tahun SIRNA tersapu Covid-19 dalam waktu Enam bulan”.
Dua beban besar kini membayangi. Di bidang kesehatan dibayangi oleh ancaman gelombang kedua dari Penyebaran Virus Covid-19, yang kini sudah mulai terjadi dibanyak Negara Eropah. Dan di bidang Ekonomi, resesi yang terjadi di banyak Negara kini sudah terjadi di Indonesia dimana Produk Domestik Bruto (PDB) sudah dibawah minus-3. Jika tidak segera ditemukan “exit strategy” dalam waktu cepat dan tepat bukan mustahil terjadi bencana sosial kesehatan. Serta banyak hal lain yang dijelaskan Pak Doktor, bagaimana sebaiknya Indonesia mengatasi virus ini.
Beberapa saran penting yang disampaikannya antara lain, sejumlah penguatan seperti pengorganisasian yang harus ditarik ke puncak tertinggi untuk diambil oleh Presiden atau Wakil Presiden, sebagaimana pernah disampaikan Profesor Siti Zuhro, selain akan memperkuat relasi Pusat dan Daerah, juga akan menyebabkan semua kekuatan Nasional bekerja dalam gerakan yang sama, prioritas yang sama dan meredam “konflik interes” sektoral atau kedaerahan.
Saatnya pula Menteri yang mempunyai tanggungjawab dalam urusan kesehatan ditempatkan sebagai penjuru operasional, dan menjadi Komandan Lapangan dengan mengajak dan melibatkan seluruh stake holders kesehatan menjadi satu kekuatan besar menggalang potensi masyarakat untuk bergerak bersama.
Tanpa rencana aksi yang komprehensif, kerawanan yang mulai muncul di sana-sini, termasuk keraguan akan vaksin covid-19, bukan mustahil akan menggoyahkan Ketahanan Nasional. Mengatasi covid-19 ini memang perlu strategi “TOTAL FOOTBALL.” Begitu diuraikan oleh Pak Abidinsyah.***
*Lengkapnya di https://hajinews.id/2020/12/24/sambut-2021-tuntaskan-vaksinasi-covid-19-wujudkan-kepastian-1/