Renungan Jumat: Berbuat Jahat akan Berbalas Jahat

TENTANG perbuatan buruk akan mendapatkan balasan buruk, sebaliknya perbuatan baik akan mendapatkan balasan baik, sudah sama-sama kita pahami. Kita pun percaya itu. Baik di sini (dunia) maupun nanti (di akhirat) kita pun percaya. Jika kita orang beragama, konsep ini merupakan satu kepercayaan. Kita yakin.

Kalau menyitir ayat-ayat suci (alquran) misalnya, dikatakan ‘maka siapa yang berbuat baik sekecil apapun, dia akan melihat (menerima balasannya); dan siapa yang melakukan perbuatan buruk, dia pun akan melihat (menerima balasannya). (99:7-8) Dan di surah lainnya juga ada pernyataan Allah tentang balasan kehidupan di dunia nanti di akhirat, kelak.

Sebenarnya melakukan perbuatan buruk itu haruslah dihindari walaupun balasan (azab) yang diterima baru nanti setelah kehidupan abadi di akhirat. Sebab, ternyata balasan perbuatan buruk tidak jarang juga sudah diterima ketika masih di dunia. Pendapat yang menyebutkan bahwa akan ada hukum karma bagi siapa-siapa yang melakukan kejahatan, sesungguhnya itu merupakan bentuk balasan yang diterima langsung orang-orang yang melakukan kesalahan. Setidak-tidaknya, perbuatah jahat itu akan dicatat sebagai dosa. Artinya tetap saja sudah dihukum langsung dengan dosa.

Menarik kita kaitkan dengan pernyataan Pak Mahfud MD, Menko Polhukam dalam tulisan berjudul, Menko Polhukam: Karma Itu Bisa Datang Kepada Siapa Saja yang Melakukan Kejahatan! yang diposting situs hijinews.id kemarin Kamis (16/12/2021). Katanya, “Orang jahat bisa terbebas dari jerat hukuman dengan beragam cara menyiasatinya. Kendati begitu, sikapnya itu bisa membuatnya kena karma di dunia.” Pernyataan ini menegaskan kalau dosa-dosa (kejahatan) yang kita lakukan saat, meskipun pasti balasannya nanti di akhirat, ternyata sebagian kita juga mengakui kalau di duni ini akan ada juga balasannya.

Lebih jauh, seperti ditulis hajinews.id Pak Mahfud menjelaskan, orang yang beragama dan berbudaya pasti mempercayai adanya karma, dosa, dan malu karena berbuat pelanggaran. Bahasa Pak Mahfud, itu tergolong dalam hukuman otonom. Artinya hukum yang melekat pada diri orangnya sendiri. Dan kita setuju himbauan Menkopolhukam agar orang-orang yang hendak melakukan kejahatan jangan hanya takut pada hukum secara formalistik semata. Tetapi juga takut pada karma atau dosa yang ditimbulkan akibat perbuatannya tersebut. 

Jika kita pernah mendengar orang-orang yang di masa berkuasanya suka berbuat jahat dan kejahatannya selalu mampu disiasati dengan berbagai cara untuk tidak kelihatan kejahatannya, ternyata di masa tuanya dia mendapat hukum berupaka hidup sakit-sakitan. Tiap hari tak bisa jalan. Penyakitnya kalau mau tidur suntik dulu biar bisa tiduran. Kalau mau bangun suntik lagi. Uangnya banyak, tapi membuatnya menderita. Maka itu dapat disebut karma. Begitu kata Pak Mahfud.

Bagi kita, jika kita belum terlanjur berbuat jahat, apalagi dengan kesadaran melakukannya, lebih baik jangan pernah berniat apalagi melakukannya. Jika sudah pernah terlanjur, baik sudah merasakan hukum karmanya atau pun belum, mari segera bertobat. Yakinkan diri kita, berbuat jahat pasti akan berbalas jahat dan berbuat baik akanj berbalas baik. Sikap ini jauh lebih baik dari pada melayani emosi (nafsu) duniawi.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *