Hati-hati, Amal akan Tergerogoti

KOSA kata ‘amal’ sudah menjadi bahasa Indonesia meskipun aslinya dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab dibaca (berasal dari kata) ‘amala’ yang berarti bekerja atau berbuat atau mengamalkan. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata amal diartikan antara lain ‘perbuatan’ baik atau buruk; perbuatan baik yang mendatangkan pahala (dalam Islam); yang dilakukan dengan tujuan untuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia. Itulah tiga makna yang dikandungnya. Kata amal sering dipasangkan dengan ibadah sehingga menjadi ‘amal-ibadah’.

Mengutip tulisan berjudul Hikmah Pagi : 6 Perkara yang Dapat Menggerogoti Amal Kebaikan yang dimuat di laman hajinews.id hari Senin (21/03/2022) kemarin dikatakan bahwa amal merupakan perwujudan dari sesuatu yang menjadi harapan jiwa. Bentuknya bisa berbagai rupa, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun getaran hati. Nilai suatu amal didasarkan pada niat si pelaku. Ini sesuai keyakinan dan ketentuan dari Allah Swt. Baik amal jariah, amal ibadah, dan amal saleh sepenuhnya akan berkaitan dengan niat itu sendiri. Sabda Nabi, sesungguhnya setiap amal alan ditentukan oleh niat.

Dari tiga jenis amal di atas, amal jariah memiliki spesifikasi tetentu dalam harapan kita kepada Allah. Hal itu karena amal jariah yang berarti “perbuatan yang berkelanjutan” kita pahami sebagai amal yang pahalanya berkelanjutan alias terus-menerus ada meskipun orang yang beramalnya sudah tidak ada. Bentuk lain yang sama dengan amal jariah adalah wakaf. Kata wakap sendiri yang berasal dari kata waqafa mengandung arti “menghentikan, mengekang, atau menahan” karena benda yang jadi objeknya yang ditujukan bagi kemaslahatan umum dan agama, itu seolah tertahan keberadaannya dan pahalanya terus ada.

Pahala amal jariah tidak akan terputus walaupun pemberinya sudah meninggal dunia, selama benda yang diamalkan tersebut masih memberikan manfaat bagi kepentingan umum alias seolah masih tertahan dalam posisi semula. Tentang ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, “Bila anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga (hal): sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR Muslim).

Kata ‘jariah’ berasal dari kata ‘jara’ yang artinya mengalir, tidak putus-putusnya. Maka, amal jariah agar manfaatnya berlangsung abadi, harus dikelola dengan baik. Dan pengelola amal jariah adalah badan wakaf yang menjadikan wakaf itu tetap bertahan dalam posisinya yang bermanfaat. Namun demikian ada hal penting yang perlu diperhatikan agar pahala amal seperti itu tidak hilang atau terputus. Menyitir sindonews.com oleh hajinews.id dan dengan mengutip penjelasan Pimpinan Ponpes As-Shidqu Kuningan, Jawa Barat, Al-Habib Quraisy Baharun, dia menjelaskan ada 6 perkara yang harus dijauhi demi menjaga kemurnian amalan dan tidak tergerogoti pahalnya. Keeam perkara tersebut adalah,

1. Al Istighlal bi’uyubil kholqi;

Artinya sibuk dengan aib orang lain, sehingga lupa pada aib sendiri. Dalam peribaha kita mengenal kalimat, Semut di seberang kelihatan sedangkan gajah di pelupuk mata tidak kelihatan. Ini malapetaka pertama yang akan merusak nila-nilai pahala.

2. Qaswatul Qulub;

Artinya hati yang keras. Kerasnya hati terkadang lebih keras dari pada batu karang. Sulit menerima nasihat. Kerasnya besi masih bisa dilembutkan dengan dibakar. Tapi kerasnya batu dia akan bertahan hingga pecah. Jauhilah keras hati.

3. Hubbud-Dunya;

Maksudnya cinta dunia. Merasa hidupnya hanya di dunia saja. Segala aktivitasnya tertuju pada kenikmatan dunia, sehingga lupa akan hari esok di akhirat. Padahal hidup akhirat lebih kekal dan akan tetap kita alami. Janganlah berlebih mencintai dunia karena akan merusak pahala kita.

4. Qillatul Haya’;

Artinya sedikit rasa malunya. Apabila seseorang telah kehilangan rasa malu maka akan melakukan apa saja tanpa takut dosa. Lihatlah seekor hewan yang memang tidak diberi rasa malu. Hewan akan lakukan apa saja. Manusia sesungguhnya sudah diberi rasa malu. Maka janganlah dihilangkan perasaan malu pada diri kita.

5. Thulul Amal;

Artinya panjang angan-angan. Merasa hidupnya masih lama di dunia ini, sehingga ia enggan untuk taubat. Kalimat aku ingin hidup seribu tahun lagi, itu dipahami sebagai kehidupan yang lama di dunia dan digunakan untuk mengingkari Allah. Nauzubillah.

6. Dzhulmun la Yantahi;

Artinya kezaliman yang tak pernah berhenti. Perbuatan maksiat itu biasanya membuat kecanduan bagi pelakunya. Jika tidak segera taubat dan berhenti, maka sulit untuk meninggalkan kemaksiatan tersebut lagi. Hendaklah diwaspadai ini.

Keenam sifat itu dapat saja menghinggapi semua orang selama orang itu tidak menyadari bahwa itu semua adalah tipuan syaitan. Hendaklah kita jauhi dan tidak sampai menggerogoti pahala amalan kita.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *