4 Views
DALAM diskusi via zom, Jumat (03/02/2023) malam, Perruas (Perkumpulan Rumah Senin Asnur), sebuah komunitas literasi yang sedang merancang menulis buku salah satu jenis sastra lama, yaitu Syair dengan tema Syair Untuk Negeri tiba-tiba ada seorang peserta bertanya kepada narasumber, Asrizal Nur (bang Asnur) yang notabene adalah Pimpinan Perruas, “Bagaimana trik mengajak teman-teman agar mau ikut menulis syair bersama,Bang?” Begitu pertanyaan teman ini.
Maksud pertanyaannya adalah bagaimana agar teman-teman kita yang belum ikut mau ikut grup dan ikut pula menulis syair. Penanya merasakan ternyata tidak mudah mengajak teman-teman untuk ikut menulis seperti yang sudah direncanakan. Keinginannya adalah mengajak teman-teman bergabung dalam grup menulis syair. Tapi begitu sulit, katanya.
Saya dan kita semua yakin sesungguhnya pertanyaan itu muncul karena rasa tanggung jawab sebagai salah seorang peserta yang dituakan dalam satu grup kecil, misalnya, atau merasa bertanggung jawab untuk menyebarkan semangat literasi, khususnya menulis syair bersama Perruas ini. Kesadaran lainya tentu karena yakin ketua grup besarnya selalu memberi arahan agar mengajak teman-teman lain untuk ikut bersama. Tentu mengajaknya dengan ikhlas agar peserta yang diajak juga akan ikhlas menyertainya.
Harus juga kita ingat bahwa targetnya adalah mendapatkan rekor Muri sebagai buku dengan jumlah penulis terbanyak nantinya. Sebagai salah seorang peserta, lagi pula dalam posisi sebagai seorang pengawas sekolah maka naluri mengajak teman-teman itu pasti ada bagi peserta penanya ini. Di Perruas sendiri jargonnya adalah memberi ruang untuk maju bersama. Jadi, pertanyaan teman ini sangat wajar karena memang ada teman-teman yang seharusnya ikut menulis nyatanya belum mau.
Pada umumnya keengganan sebagian teman-teman adalah karena merasa tidak mampu menulis. Sebab lainnya karena akan ada kontribusi biaya nantinya bagi setiap penulis agar bukunya dapat dimiliki. Buku dengan rencana capaian rekor Muri yang menargetkan penulisnya sebanyak 2023 orang tentulah bukunya sangat tebal. Perlu pengelolaan yang serius.
Jikapun tidak tercapai angka 2023 orang itu, minimal di angka 1023 atau 1000 orang saja sudah cukup untuk mendapatkan rekor Muri itu. Karena memang belum ada buku sejenis dengan jumlah penulis 1000-an orang khusus yang berisi syair yang sudah terbit. Dalam buku itulah nantinya ada nama kita sebagai penulis. Meskipun di satu sisi ada kontribusi tapi pastinya ada nama kita di dalamnya. Itulah kebanggaanya.
Untuk pertanyaan seorang peserta itu, narasumber yang notabene adalah pimpinan tertinggi dalam komunitas hanya menjawab singkat, katakan saja bahwa yang diberikan oleh komunitas kepada anggota yang ikut menulis itu adalah mutiara. Sesingkat itu dan dia meminta agar semua yang sudah memahami betapa sangat berharganya sebuah mutiara maka seperti itulah mulianya rencana ini. Ingatlah, memasyarakatkan sastra lama dengan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya, sementara kita menajdi orang yang ikut di dalamnya, itulah mutiara.
Kata Bang Asnur, jika orang tahu ini adalah seumpama mutiara maka orang akan ikut dan bersemangat untuk ikut. Tidak perlu dipaksa-paksa karena akan timbul kesadaran sendiri untuk memajukan budaya bangsa sendiri. Dia juga menjelaskan bahwa untuk menajdikan sebuah buku dengan jumlah halaman ribuan itu tidaklah mudah. Dan keberadaan kita sebagai salah satu penulis di dalamnya juga sebuah kebanggaan.
Itulah trik yang harus dilakukan oleh setiap anggota Perruas yang sudah berkomitmen untuk menulis syair dalam buku yang direncanakan ini. Mari kita majukan budaya bangsa sekaligusmemajukan dan mengembangkan budaya literasi pada diri kita.***
M. Rasyid Nur, anggota Perruas Karimun Kepri