Catatan M. Rasyid Nur
MALAM itu saya tarwihnya di Masjid Baitu Taqwa. Kebetulan
ada jadwal di sana. Suara dan irama imamnya serasa imam di Mekkah. Boleh jadi
hanya perasaan saya saja. Tapi saya mendengarkan memang begitu adanya.
Imam di masjid ini suaranya merdu sekali untuk ukuran di
sini. Seperti suara Imam Sudais yang terkenal di Mekkah sana. Syeh Sudais
adalah imam di Masjid Al-Haram, Tanah Suci Mekkah. Jika pun kita belum sempat
menajdi makmumnya secara langsung, kita bisa mendengar suaranya di rekaman CD atau
You Tobe secara online yang beredar secara bebas.
Malam ini, Selasa (11/04/2023) bertepatan dengan malam ke-21
Ramadan 1444 saya kebetulan mendapat jadwal Santapan Rohani Ramadan di Masjid
Baitut Taqwa, Paya Rengas, Parit Benut, Meral itu. Kenangan yang patut saya
bagikan kepada teman-teman di halaman ini adalah tentang enaknya suara imam
tarwih itu. Saya tidak bertanya ke pengurus, siapa anama imam tarwih itu. Jadi,
saya belum tahu nama imam itu.
Saya melihat dia masih muda, sepertinya. Tapi entahlah
umurnya. Saya tidak bertanya berapa umurnya. Saya hanya menduga-duga dengan
melihat rona wajahnya. Itu, anak muda seumuran 20 tahun atau kurang dari itu,
bahkan. Masih remaja kelihatannya. Ketika bersalaman dengan jamaah sesudah
salat tarwih, dia mencium hampir semua orang tua. Termasuk tangan saya juga
diciumnya. Itu juga indikasi kalau dia masih muda.
Muda, iya. Tapi bacaannya itu yang menggetarkan hati. Sudah
bacaannya bagus, fasih ucapannya, iramanya menyenangkan hati, plus suaranya
yang begitu terdengar merdu. Jenis suaranya mungkin suara sofran atau apa. Tapi
bukan suara bas. Itu pasti. Dengan suaranya yang rada tinggi itu serasa
iramanya itu mendekati irama Imam Sudais saat membaca alquran.
Saya tidak bermaksud berlebih-lebihan memujinya. Tapi
kenyataan itu membuat saya menghayal serasa berada di Masjid Haram seperti dulu
pernah ke sana saat menunaikan haji. Saya merasa beruntung sekali waktu saat
itu saya berkesempatan menjadi makmum Imam Sudais di Masjid Al-Haram tahun itu.
Sungguh tenang kita menyimak suaranya saat memimpin salat. Suaranya keras dan
tinggi. Iramanya juga sangat khas.
Begitulah malam ini. Tentu saja tidak persis sama.
Setidak-tidaknya lagu dan irama yang dibawakan oleh imam muda itu mendekati sama
dengan gaya Imam Sudais di Mekkah sana. Saya harus jujur menyebutnya. Saya juga
ingin berterima kasih kepadanya meskipun melalui catatan singkat ini. Terima
kasih, anak muda. Serasa saat ini kita berada di Mekkah. Saya juga percaya
jamaah yang menyelesaikan salatnya hingga ke rakaat 23 adalah karena khusyuk
menikmati bacaan imam muda ini.***