Kewajiban Kepada-Nya dan Kepada Sesama adalah Sama

Oleh M. Rasyid Nur
JIKA
mampu menaati perintah Tuhan sebagai sebuah kewajiban, itulah bukti kita
sebagai hamba (makhluk) yang mengerti kedudukan. Ada kewajiban solat (bagi
muslim), kewajiban puasa dan atau rukun Islam lainnya, misalnya, kita mau
melakukannya, itu bukti ketaatan kita kepada Kholiq, Sang Pemberi Kehidupan.
Bagi yang ke gereja (Katolik-Kristen) karena mematuhi perintah-Nya, itu juga
bukti kepatuhan kepada Tuhan, sesuai kepercayaan.
Kewajiban,
sesungguhnya tidak hanya kepada Tuhan. Ada juga kewajiban kepada sesama kita
(manusia) yang berlaku diantara sesama manusia juga. Di sebuah lembaga seperti
sekolah, misalnya, ada peraturan dan atau tata tertib yang ditetapkan. Semua
warga sekolah wajib hukumnya mematuhi peraturan dan tata tertib itu. Itulah
kewajiban. Begitu juga yang diberlakukan di institusi lainnya.
Dalam
bentuk lain, kewajiban bisa juga seperti kewajiban membayar utang, misalnya.
Sebutlah utang uang. Apakah utang di bank, utang di koperasi atau utang uang
kepada teman (utang uang pribadi). Ketika kewajiban membayar utang itu sudah
sampai, maka wajiblah hukumnya membayar utang dimaksud. Kewajiban kepada sesama
–manusia– yang seperti ini, sesungguhnya dapat kita sebut juga sebagai
kewajiban kepada-Nya. Kewajiban kepada sesama sejatinya memang sama dengan
kewajiban kepada-Nya.
Dalam
keseharian, ternyata ada di antara kita yang tidak memperlakukan sama antara
utang kepada Tuhan dengan utang kepada manusia. Jika disebut solat atau puasa,
dianggap itu penting dan tidak boleh ditinggalkan. Itu, memang benar. Pemikiran
bahwa solat tidak boleh dilalaikan adalah pemikiran yang benar. Begitu juga
berpuasa, berzakat dan menunaikan kewajiban berhaji. Itulah rukun dan tiang beragama
(Islam) kita. Jika itu sudah kita camkan dan kita praktikkan, itu sudah benar.
Sesungguhnya
yang tidak benar adalah ketika seseorang tidak memperlakukan secara sama
kewajiban untuk menunaikan suatu kewajiban yang berkaitan dengan sesama
manusia. Untuk membayar utang, terkadang sengaja dilalaikan dengan alasan itu
bukan utang kepada Tuhan. Ketika ada kewajiban mengajar –bagi guru, misalnya–
terkadang kita melalaikan. Tidak masuk tepat waktu.Tidak mempersiapkan
perangkat sebagaimana mestinya. Dan banyak kelalaian lainnya.
Alasan
yang dipakai untuk tidak menunaikan kewajiban kepada sesama itu adalah karena
dianggap bukan kewajiban kepada Tuhan. Di sinilah kelirunya cara pandang dan
sikap kita. Bagi seorang muslim, sangat nyata ditegaskan dan sering disampaikan
oleh guru-guru, para ustaz atau orang tua kita bahwa ‘hubungan’ dengan Allah
itu sangatlah ditentukan oleh hubungan sesama manusia. Karena Tuhan sudah tegas
mengatakan agar kita menjaga dan memelihara hubungan dengan Allah dan hubungan
dengan manusia sendiri. Bagaimana mungkin Tuhan akan menerima hubungan baik
kita dengan-Nya jika hubungan kita sesama manusia tidak terjaga.
Maka
tetaplah kita bertahan dengan sikap yang benar, bahwa kewajiban kita kepada
Allah sama pentingnya dengan hubungan kita sesama manusia. Tidak bisa
dilepaskan salah satunya.***
Juga di  https://koncopelangkin.blogspot.com/2018/12/kewajiban-kepada-nya-dan-kepada-sesama.html

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *