Puasa, Ujian Kejujuran

Oleh M. Rasyid Nur

KARENA
puasa bersifat sangat pribadi, maka puasa memang hanya antara kita (yang
berpuasa) dengan Allah sajalah yang akan saling tahu. Jelasnya apakah kita
benar-benar berpuasa atau tidak pada suatu siang itu, hanya kita dan Sang Maha
Tahu itulah yang saling tahu. Selainnya mungkin tak tahu karena bisa saja
tertipu.
Dengan
keadaan seperti itu, maka tingkat dan kualitas kejujuran akan diuji betul di
sini. Sejatinya orang berpuasa adalah orang yang jujur. Tidak ada puasa bagi
orang yang tidak memelihara kejujuran dirinya. Bagaimana seseorang akan mampu
berpuasa jika dia tidak jujur menyatakan bahwa dia benar-benar berpuasa atau
tidak.
Bayangkan,
orang puasa adalah orang yang tak boleh makan dan minum dan yang sejenis yang
dapat membatalkan puasa tapi orang berkesempatan untuk makan dan minum karena
bisa dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Tidak mudah itu karena kecenderungan
ingin makan selalu ada ketika perut sedang lapar atau kita lagi haus. Jadi,
intinya orang berpuasa itu adalah orang yang tidak akan makan, tidak minum dan
tidak pula melakukan tindakan lain (hubungan suami-isteri, menginjeksi diri
pada batas yang dilarang, dll) yang dapat membatalkan puasa sesuai ketentuan
fiqih.
Makan
dan minum yang akan mengatasi rasa lapar dan haus, terkadang tidak mudah
menahannya ketika berpuasa. Dan jika tidak mampu menahannya, mungkin saja
seseorang yang sedang berpuasa akan memakan dan atau meminum sesuatu yang
meringankan rasa lapar atau hausnya. Dan itu dapat dilakukan di tempat-tempat
yang orang lain tidak tahu. Bersembunyi.
Ketika
seseorang makan dan minum di tempat yang tersembunyi (rahasia) maka otomatis
orang lain tidak akan tahu bahwa orang itu sudah membatalkan puasanya atau
belum. Sudah pasti tidak akan mudah mengetahui perbedaan orang yang baru saja
makan atau minum dengan orang yang sebaliknya. Dari wajah dan gaya
kesehariannya bisa saja sama antara dia berpuasa dengan ketika puasanya sudah
dibatalkan.
Itulah
maksudnya, betapa rahasianya puasa di mata orang lain selain Allah. Hanya Allah
saja yang tahu bahwa kita benar-benar berpuasa atau tidak pada hari itu.
Sementara orang lain –adik-kakak, isteri-suami, ayah-emak, atau siapa saja–
tidak akan tahu apa yang sesungguhnya kita lakukan. Maka akan terujilah
kejujuran sejati dalam diri orang yang berpuasa itu. Bukan hanya di puasa
Ramadhan, tentu. Pada puasa hari-hari ini (Senin-Kamis, dll) kita juga dapat
menguji tingkat kejujuran kita.
Dalam
puasa juga ada kecendrungan untuk lebih banyak berbuat baik (ibadah) berbanding
di luar puasa. Ini dapat diamati di setiap bulan Ramadhan. Para jamaah masjid
atau musolla cenderung lebih ramai berbanding di luar bulan puasa. Aneka jenis
ibadahnya juga sangat bervariasi berbanding di luar Ramadhan. Maka jika ingin
memperbanyak ibadah, dapat diwali dengan memperbanyak puasa. Puasa apa saja.
Bukan hanya di  Ramadhan.
Jadi,
sesungguhnya puasa dapat membimbing kita untuk senantiasa suka beribadah.
Selebihnya juga kita akan terbimbing untuk senantiasa berbuat baik dengan jujur
serta ikhlas. Kejujuran dan keikhlasan tentu saja sangat berguna dalam
melaksanakan tugas-tugas sehari-hari kita. apapaun profesi kita saat ini, akan
sangat diperlukan kekikhlasan dan kejujuran dalam mengimplementasikannya.
Selamat berpuasa. Yuk, kita berpuasa.***
Juga di: https://mrasyidnur.blogspot.com/2018/07/puasa-ujian-kejujuran-sisa-catatan.html#more

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *