Bermastautin di Pekanbaru
HARI pertama saya di Tanjungbatu, Kundur, Kepulauan Riau.
Karena baru tiba, sesampai di rumah, Paman meminta saya untuk istirahat. Kamar saya berada persis di sebelah kamar Paman.
Rumah itu cuma punya 2 kamar tidur. Bangunan ini dominan terbuat dari papan. Dinding dan lantainya papan. Cuma lantai dapur yang semen.
Di rumah itu ada ruang tamu, ruang keluarga dan dapur yang cukup luas. Sebelah rumah Paman, ada lagi rumah tetangga. Bentuk rumah ini petak dua, sama-sama terbuat dari papan.
Paman sekeluarga ada di kamar sebelah. Ukurannya lebih luas. Makanya Paman, istri, dan anak-anaknyanya, yang ketika itu masih kecil, sepertinya cukup nyaman berada di satu kamar saja.
Saya disediakan Paman tempat tidur tingkat. Tapi, saya cuma pakai yang di bawah. Sedangkan tingkat dua, karena tidak ditempati, digunakan Paman buat menaruh barang-barang rumah tangga.
Begitu masuk kamar, saya masih merasa asing. Sebab hampir 12 tahun di kampung, tinggal bersama Nenek dan adik-adik Paman (Maudo, Maoncu, dan Etek), mana pernah saya tidur di kamar, apalagi disediakan kamar sendiri seperti itu.
Kalau di rumah tinggi, atau rumah lama di kampung, hanya ada 2 kamar. 1 kamar Datuk saya, dan 1 kamar lagi biasa dipakai keluarga Maudo atau Mak saya, jika pulang kampung. Sedangkan saya, mana ada punya kamar sendiri.
Makanya, di kampung itu saya sulit hidup teratur. Karena semua sisi rumah tinggi itu, ya jadi kamar saya. Begitu pulang sekolah, buka sepatu, campak tas sembarangan dan ganti seragam sekolah, lalu tancap main sama teman-teman.
Besok pagi-pagi pas mau berangkat sekolah, atau kalau rajin, pas sore jelang mandi ke sungai, barulah tas dan pakaian tadi siang saya kemas. Seringnya tidak. Dan, pas besok pagi biasanya saya selalu kebingungan saat akan berangkat ke sekolah. Hampir begitu tiap hari, selama di kampung.
Tetapi, suasana hari pertama di Tanjungbatu, mulai terasa: sangat berbeda. Saya disiapkan kamar sendiri oleh Paman. Itu artinya, saya harus bisa mengatur sendiri kamar ini, agar saya betah berada di kamar itu.
Pelajaran lagi buat saya: hidup mulai teratur. Ada kamar sendiri. Mesti diatur dan dirapikan sendiri. Jika tidak, siap-siap akan dicek sama Paman. Kalau tidak rapi, bisa-bisa akan diberi ceramah alias kenak peringatan. Hmmm… di sinilah hidup teratur itu dimulai.
Saya pun istirahat. Karena waktu di kapal tidak bisa tidur nyenyak, pagi menjelang siang itu saya bisa tidur nyenyak.
Ini hari pertama saya di negeri rantau. Hari pertama pula saya tidur dan beristirahat di kamar sendiri. Hari pertama pula, meski pagi menjelang siang, saya bisa tidur nyenyak di rumah Paman.
Saya ingat. Sebelum disuruh Paman beristirahat tadi, dia sudah bilang: tidurlah sampai siang. Biar sehat. Nanti petang bisa ke luar buat keliling lihat-lihat kota Tanjungbatu.
Paman sudah janji akan membawa saya jalan-jalan melihat kota. Tapi istirahat saja dulu. Agar pas jalan-jalan nanti bisa lebih segar, dan lebih enak diajak berkeliling.
Saya pun tertidur pulas. Tidur pulas anak-anak yang menanjak remaja. Anak-anak yang sudah diajak merantau jauh oleh Paman-nya. Satu saja tujuan merantau ini: melanjutkan sekolah supaya bisa jadi orang.
Alhamdulillah. Tidur pagi jelang siang itu benar-benar pulas. Saya hanyut dalam mimpi-mimpi indah di negeri rantau. Walau sesekali tetap sulit melupakan kampung yang sudah sangat jauh saya tinggalkan.
Inilah awal saya menapak di Tanjungbatu, Kundur. Awal sejarah hidup itu digoreskan. Awal kisah yang akan terus menjadi ingatan dan kenangan, yang sulit untuk saya lupakan.
Kenangan yang terus memunculkan kerinduan. Rindu Tanjungbatu. Rindu akan masa2 itu. Rindu saya, adalah rindu yang suatu waktu akan saya obati.
Setiap rindu ke sini, saya usahakan sampai di Tanjungbatu. Negeri tempat saya memulai hidup dengan penuh cerita. Sebagian cerita itu, adalah warna hidup saya saat ini.
Ke sini lagi nanti saya Tanjungbatu. Rindu yang akan selalu membawa saya untuk ke sana lagi. Mudah2n akan selalu. Salam rindu Tanjungbatu. **
Pekanbaru, 28092020
Coffee shop Indomaret, sambil santai @Jl. Riau