SEPINTAS lalu terlihat dia sedang melihat tablet yang terletak di sebelah pinggan makannya. Matanya ke HP berukuran besar, itu sementara tangan kanannya berada di dalam pinggan nasi. Bingung? Dia tidak bingung. Dia nyaman menatap HP sekaligus menyantap makan malam. Kita yang bingung. Begitulah saat ini.
Tidak di rumah kita, di rumah sebelah juga begitu. Tidak anak-cucu kita, anak tetangga pun ternyata juga begitu. Setiap melihatnya tengah makan, di situ juga ada HP pintar itu. HP itu wajib menemaninya saat makan. Jika tidak ada HP, akan panjang kisahnya.
Sehari-hari para bocil saat ini sepertinya sudah bermain HP kapan dan dimana saja. Dari video anak-anak, game anak-anak dan macam-macam tontonan yang ada di android mereka mamah sepanjang ada waktu untuk itu. Itu saat sendiri atau berteman. Tapi pada saat makan ternyata HP pun tidak bisa dilepaskan. Inilah persoalan sesungguhnya. Selera makan terkungkung oleh mainan itu.
Konon beginilah saat ini. Hampir semua, atau memang sudah semua anak-anak sudah seperti terikat dengan HP itu. Jika tidak ada HP mereka protes dan berontak ke orang tua. Seolah-olah tidak bisa berbuat jika tidak ada HP. Peliknya, saat makan itu. Seolah-olah tidak bisa makan jika tidak ada HP.
Seminim-minim tontonan, jika sedang tidak bisa memakai HP, anak-anak akan memlototi layar televisi. Dengan menu anak-anak, mereka baru bisa makan. Begitulah, katanya saat ini.***
(Catatan Ringan M. Rasyid Nur)