saya, isteri dan belasan keluarga lainnya ada di Moro, Kecamatan Moro,
Kabupaten Karimun. Berangkat pagi –sekitar 07.30– hari dari Tanjungbalai
Karimun dengan menggunakan KM Karunia Jaya trayek Karimun-Tanjungpinang kami
sampai di Kota Moro kurang lebih 90 menit berikutnya. Penumpang tujuan Tanjungpinang meneruskan perjalanan, sementara kami turun di Pelabuhan Moro karena tujuan kami hanya sampai di Moro.
Kampung Paya Lebar, lokasi rumah singgah yang akan kami pakai selama di Moro. Kami menggunakan becak motor untuk ke sana. Jarak kurang-lebih satu km itu tidak mungkin berjalan kaki. Meskipun ada dua becak yang nyasar ke rumah lain, akhirnya kami masuk rumah setengah jam berikutnya.
Hari pertama sampai kami membenahi dan bersih-bersih rumah yang
memang sudah lama tidak ditunggu oleh pemiliknya. Setengah jam berikutnya kami
sudah menyelesaikan kerja-kerja membersihkan rumah. Lalu kami istirahat. Saya
sendiri bersama isteri pergi ke rumah Bu Mely-Ishak yang akan menjadi rumah sentral kami satu rombongan dalam
kegiatan utama kehadiran kami di Moro ini.
Harus saya jelaskan bahwa kami ke Moro kali ini adalah untuk hajat
besar, akan segera menikahnya ananda kami, Ery (Fahry Errizik) dengan seorang
tambatan hatinya, Marwiyah. Sebulan lalu kedua belah pihak orang tua sepakat
hari Senin (11/12/2023) besoknya akan dilangsung pernikahan kedua insan itu.
Saya sebagai orang tua bersama isteri dan keluarga besar lainnya hadir untuk
hajat itu. Karena jumlah kami yang besar (16 orang) kami tidak menginap di
hotel. Kebetulan ada rumah yang bisa dipakai selama di sini, sejak hari Ahad ini.
Tiga hari di Moro dua subuh dapat ditabuh. Subuh Senin (11/12) dan subuh Selasa (12/12) adalah hal penting bagi saya. Saya ingin memberikan catatan tersendiri untuk subuh, khasnya salat subuh. Dari lima salat wajib yang dijalani seorang muslim, jujur saja
melaksanakan salat subuh apa lagi secara berjamaah adalah satu hal yang tersulit. Penyebabnya
secara klasik adalah karena kebanyakan muslim masih menikmati tidurnya pada
saat itu. Untuk itu selalu orang tua atau guru kita memberikan pemahaman yang lebih
agar berjamaah subuh ini dapat dilaksanakan dengan istiqomah. Diusahakan meskipun terasa memberatkan.
Alhamdulillah, pesan-pesan guru atau orang tua itu sudah mampu terwujudkan sejak lama. Untuk memelihara dan terus istiqomah itulah maka kemanapun saya pergi akan saya usahakan dapat berjamaah salat subuhnya. Dua subuh dalam tiga hari di Moro, itulah sebabnya saya buatkan catatan ini. Boleh jadi ada gunanya untuk pembaca lainnya.
Dua subuh yang saya lalui di Moro dalam tiga hari terasa
istimewa karena dapat berjamaah bersama di masjid terbesar di sini, Masjid Besar Baiturrahman, Moro. Meskipun jarak rumah tempat tinggal sementara
saya –di Paya Lebar, itu– tergolong jauh juga, saya alhamdulillah dapat bersama jamaah lainnya
melaksanakan salat subuh di masjid ini. Ada motor Pak Hanan yang berkenan dipinjamkannya kepada saya selama di Moro.
Tiga hari dua subuh, itu benar-benar
terasa di diri saya. Jika di Karimun (Wonosari) jarak masjid ke rumah saya
begitu dekat, di Moro tidak sedekat itu. Tidak hanya subuh, empat waktu lainnya saya juga sempatkan ke masjid. Semua orang (muslim) tahu kalau berjamaah itu jauh lebih indah dan menyenangkan melaksanakan berbanding sendiri. Alhamdulillah, dengan motor yang saya
pinjam saya dapat menuju masjid dengan mudah.***