1 Views
SELAMA empat hari (20-23/08/ 2023) saya mengikuti kegiatan bertajuk Orientasi Pelopor Penguatan Moderasi Beragama di Hotel Aston City Nagoya, Batam. Bersama 49 orang peserta lainnya kegiatan berjalan terasa padat dan terasa waktu begitu singkat. Kegiatannya sendiri meruipakan kegiatan dari Kemenag RI yang dilaksanakan oleh Kanwil Kemenag Kepri.
Ada begitu banyak pengetahuan dan pengalaman yang didapat pada kegiatan yang baru pertama dilakukan di Provinsi Kepri tahun ini. Para peserta adalah perwakilan semua agama yang ada di Kepri sekaligus mewakili kabupaten/ kota yang ada di Negeri Segantang Lada ini. Setiap kabupaten/ kota sudah ditentukan kuotanya oleh Kanwil Kemenag Kepri. Apakah itu juga atas rekomendasi atau ketentuan dari Pusat, entahlah. Yang pastinya, setiap kabupaten atau kota tidak dalam jumlah yang sama pesertanya.
Saya merasa beruntung sekaligus terbeban tanggung jawab begitu besar mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh Pusat Kerukunan Umat Beragama (KUB) Kemenag RI ini. Ada empat orang peserta kami yang dari Kabupaten Karimun, masing-masing perwakilan agama Islam, Kristen, Katolik dan Budha. Tentu saja kami berusaha mengikuti kegiatan ini dengan sebaik mungkin mengingat kami berempat adalah representasi dari 125-an ribu orang masyarakat Kabupaten Karimun.
Materi pertama pada kegiatan orientasi, itu disampaikan narasumber pada saat acara pembukaan, Ahad (20/08) malam itu. Kebetulan Pak Wawan yang Kepala Pusat KUB Kemenag itu besoknya harus kembali ke Jakarta. Dia mengisi materi pada malam pembukaan (20/08/2023) itu. Sebagai seorang doktor yang mengelola kerukunan umat se-Indonesia, Pak Wawan memang tangkas dan cerdas menyampaikan materinya.
Dengan menggunakan pertanyaan, Pak Wawan menghidupkan pembelajaran dengan lebih banyak berdiskusi dari pada ceramah atau semata penjelasan dari dia untuk sampai ke titik kesimpulan. Setelah diskusi, misalnya satu penjelasan disampaikannya tentang konsep Moderasi Beragama yang sesungguhnya. “Konsep Moderasi Beragama bukanlah untuk pendangkalan keyakinan, bukan juga pencampuradukan keyakinan.” Dengan jelas dia uraikan bahwa sesungguhnya yang dimoderasi adalah cara beragamanya, bukan agamanya.
Oleh karena itu, diingatkannya bahwa setiap kita, sebagai pelopor Moderasi Beragama di daerah masing-masing, haruslah memahami masalah (teks) dengan memahami asal-muasal atau sebab-musabab (konteks) dari persoalan itu. Hanya dengan begitu kita akan paham dengan akar masalah sebenarnya. Pak Wawan juga menjelaskan hasil penelitian bahwa 99% orang menganggap dan menyimpulkan bahwa dimensi agama adalah paling penting dalam setiap kegiatan. Maka beragama adalah satu hal penting untuk diperhatikan. Dengan moderasi orang tidak perlu sampai ekstrem ke kiri atau ke kanan. Beragama itu, sejatinya adalah jalan tengah. Jalan yang yang membuat damai untuk semua pihak dan semua keadaan.
Begitulah beberapa hal penting yang disampaikan oleh narasumber pertama, malam itu. Dan materi-materi sesudahnya dalam tiga hari ke depan, sama penting dan sama padatnya. Pemahaman akan materi inilah yang diperlukan karena akan menjadi penentu pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai pelopor moderasi beragama di tengah-tengah masyarakat nanti. Sekali lagi, tugas dan tanggung jawab pasca kegiatan orientasi ini jauh lebih berat dari pada berartnya kegiatan tiga malam dan empat hari ini.***