SETIAP orang tentu pernah mengalami musibah. Musibah dalam arti mengalami rasa sedih, misalnya dapat dipastikan hampir semua kita merasa. Terkadang kita sebut juga cobaan. Entah terjatuh dari kendaraan, baik sendiri atau bersamaan dengan orang lain. Atau bentu kecelakaan lainnya.
Seperti yang terakhir saya alami. Tepatnya hari Ahad (23/07/2023) subuh dan pagi kemarin itu. Saya mendapat dua cobaan atau musibah sekaligus di pagi yang sama. Sebelumnya subuh itu saya dengan tidak sengaja tersenggol sebuah kendaraan (mobil) seseorang. Banper depan mobil itu sempat terlepas karena terseret engkol vespa saya.
Saya sangat risau terlambat subuh saat azan tengah berkumandang itu. Memang, saya sedikit terburu-buru subuh itu. Berangkat dari rumah (Wonosari) hanya tersisa beberapa menit saja menjelang waktu subuh. Saya naik scutter juga dengan maksud lancar dan bisa cepat. Tidak usah menggunakan mobil. Pagi ini kami (saya, Pak Ijal dan Pak Nurbit) sepakat akan subuh di Surau Al-Busyro, Rumah Dinas Bupati. Ada sesuatu yang mau dilaporkan ke bupati pagi itu. Bupati mengatakan ada kesempatan pagi itu.
Saat melaksanakan salat sunat subuh setelah azan, hati saya sama sekali tidak tenang. Perasaan saya tertuju kepada mobil putih yang tersenggol tadi. Apakah yang empunya sudah datang? Lalu dia akan marah-marah? Konsentrasi saya benar-benar buyar saat salat sunat itu. Dan saya langsung melapor ke bypati yang baru saja selesai melaksanakan sunat qobliah subuh itu. “Pak, maaf saya dapat musibah pagi ini. Tadi saya menyenggol mobil yang terparkir di jalan masuk rumah ini,” kata saya.
Dia sedikit bergeser arah duduk. Dia bertanya sedikit dan saya ulang jelaskan kronologi musibah itu. Dia katakan, nanati diperbaiki saja. Nanti kita hubungi orang bengkel. Kira-kira begitu dia menjawab. Dan saya sedikit tenang. Hingga muazin qamat, perasaan saya semakin tenang. Dan ketika saya diminta menjadi imam subuh itu, saya berusaha setenang mungkin.
Selepas salat kami beberapa orang, termasuk Indra, ajudan bupati pergi melihat mobil itu. Indra dan satu lagi yang biasa membantu bupati dituagskan Indra untuk menuliskan nomor kontak di situ. Alhamdulillah, Indra bersedia memakai nomor HP-nya jika pemilik mobil mau mengontak. Dan juga mengatakan, nanti akan dipanggil orang bengkel untuk memperbaikinya.
Sampai di situ, pikiran dan perasaan saya sedikit tenang. Saya mengatakan kepada yang hadir di situ bahwa saya bertanggung jawab atas musibah itu. Hingga kembali ke rumah, saya merasa dan berharap semoga itu tidak menjadi masalah berat. Saya menghidupkan scutter merah saya untuk kembali ke rumah. Di rumah, cucu juga menunggu saya untuk minta antar ke lapangan Teluk Air. Hari Ahad pagi adalah hari dia latihan sepakbola.
Musbiah keduapun datang. Saat saya baru sampai menjelang lampu merah Pelipit, terasa ban vespa saya kempes. Saya pun berhenti. Saya tidak bisa melanjutkan perjalanan. Singkat kisah, saya telpon anak saya, Opy agar mengantar cucu ke lapangan dan pulangnya jemput saya ke sekitar lampu merah itu. Vespa itu saya tinggalkan dan saya telpon Ati, langganan saya yang biasa servis vespa saya. Dialah akhrinya menjemput scutter itu dan mengganti bannya dengan ban baru.
Sungguh, dua musibah di hari yang sama menajdi pelajaran berharga bagi saya. Sayapun bertanya, kesalahan apa yang saya lakukan sehingga harus diuji dengan dua musibah ini. Boleh jadi, ini adalah teguran keras dari-Nya keapda saya. Saya ingat, pesan guru-guru kalau musibah itu boleh jadi memang adalah teguran utama dari Allah kepada hamba-Nya. Benarkah? Saya ikhlas menerimanya. Saya juga bertanggung jawab jika itu kelalaian dan kesalahan saya.***