CATATAN pertama di hari pertama –Ahad, 01/01/2023– ini adalah tentang keikutsertaan saya pada reuni isteri saya, Siti Nurbaya dengan teman-temannya sesama siswa/siswi SMP Negeri 1 Meral. Konon, mereka masuk dan sama-sama SMP pada tahun 1984/1985. Menamatkan di sekolah yang sama pada TP1986/1987. Saat ini masing-masing sudah berkarier dan bertempat tinggal di berbagai daerah. Termasuk di sebagiannya di Jogjakarta.
Sebenarnya saya tidak ingin ikut bersama dalam acara ini. Saya sangat memahami, kalau namanya acara reunian itu akan lebih nyaman dan lebih enak jika yang hadir benar-benar sesama teman saja. Kata sebagian besar, tidak enak kalau adda orang lain di dalamnya. Lalu suami atau isteri, bagaimana? Bukankah semuanya sudah tua-tua dan berumah tangga?
Dalam reuni, memang lazimnya tidak diikutkan. Namun karena isteri saya tidak bisa naik kendaraan sendiri, sementara kegaiatnnya cukup jauh dari rumah, diapun mengajak saya ikut. Bahkan kami membawa cucu bungsu, Caca. Lagi pula, kata isteri saya tidak ada teman-temannya yang menjemputnya ke rumah. Ya, jadinya sopir pribadi yang menjadi andalan.
Di tempat acara, syukurnya, kebetulan pula salah seorang temannya, Reni juga membawa serta suami bahkan anaknya juga. Saya pun tidak merasa bersalah ikut nimbrung dalam kegiatan yang sering terkesan sangat privasi kelompok ini. Malah, saya diminta mereka untuk memimpin doa sebagai acara awalnya.
Dilaksanakan di lokasi kebun Syamsuardi, salah seorang temannya itu, kegiatan dimulai sekitar pukul 11.30. Rencana undangannya sendiri sesungguhnya pukul 10.00 siang itu. Namun karena kebanyakan anggota reuni belum familiar dengan lokasi ini maka beberapa orang rada tersesat. Banyak yang mengaku tidak tahu lokasi acara. Kami pun memerlukan beberapa kali telponan dengan anggota lainnya untuk memastikan lokasi. Kebun Syamsuardi itu terletak tidak jauh dari lokasi Kantor/ asrama Brimob Polres Karimun.
Acara awal yang mereka lakukan adalah melihat-lihat kebun dan tempat memelihara ikan di danau ujung kebun itu. Lalu berkumpul di gubuk beratap daun rumbia yang nyaman. Setelah dibuka Syamsuardi sebagai tuan rumah, dia meminta saya membaca doa. “Kebetulan ada ustaz bersama kita,” katanya sambil memandang isteri saya, Siti Nurbaya.
Saya tidak menolak permintaan memimpin doa itu. Saya memandu dengan doa yang singkat saja. Intinya mohon acaranya berjalan lancar, mohon kesehatan untuk semua anggota dan keluarga sert beberapa permintaan lainnya. Setelah acara doa, ada kumandang lagu dengan musik karoukean. Saya menikmati lagu-lagu yang dibawakan oleh beberapa orang.
Setelah itu istirahat sebentar untuk makan siang. Lalu solat zuhur. Kami solat di rumah panggung yang ternyata sudah diset menjadi musolla. Ada mhirabnya. Ada juga sajadahnya. Kami solat berjamaah. Tentu saja saya kembali diminta menjadi imamnya. Tidak masalah.
Setelah solat, mereka bernyanyi lagi. Lagu-lagu irama Melayu klasik mereka bawakan. Ternyata diantara mereka memiliki talenta bernyanyi dengan baik. Saya suka mendengarnya. Saya lihat mereka juga mengumpulkan sumbangan. Kabarnya setelah acara ini mereka akan mengunjungi seorang teman yang sakit. Tidak lama, saya dan isteri serta cucu pamit duluan pulang ke rumah. Sepertinya mereka yang belum pulang akan melanjutkan kegiatan reuninya.***