selalu dikatakan sebagai bulan-bulan musim hujan. Begitu selalu dikatakan. Di kampung tertentu sampai menyebut
bulan-bulan itu sebagai bulan ember. Maksudnya berjejernya ember-ember kosong
di bawah cucuran atap untuk menampung air hujan. Lalu air itu dikumpulkan ke drum
atau bak tertentu yang disebut juga dengan istilah kulah. Inilah musim orang kampung ini mengumpulkan air karena memang tidak mudah mendapatkan air bersih.
Tahun ini sesungguhnya bulan Desember sudah lewat. Sudah memasuki pekan
kedua di bulan Januari, saat ini. Seharusnya hujan sudah reda. Mestinya sudah selesai musimnya. Lagi pula ada
juga pendapat kalau sudah menjelang hari raya China atau Imlek cuaca akan mulai
panas. Tidak akan ada hujan lagi. Inipun sudah berdasar kebiasaan yang dihafal daerah ini.
Nyatanya, dalam sepekan ini sudah tiga kali hujan turun.
Selalu pula siang. Sebelum hujan hari Jumat ini, dua hari lalu juga hujan
turun. Sangat lebat. Dalam setengah jam hujan mencurah dari langit membuat
perumahan yang tidak jauh dari tempat saya digenangi air. Tidak lama, dalam
satu jam saja sudah surut. Tapi hujan sendiri hanya dalam setengah jam sebelum
berhenti.
Hari Jumat ini hujan tiba-tiba turun lagi. Sedikit membuat
heran karena sedari pagi hingga azan salat Jumat matahari begitu garang.
Panasnya sangat terik dan menyengat. Tidak ada tanda-tnada akan hujan. Mendung
sedikitpun tidak kelihatan. Siapa sangka akan turun hujan?
Pada saat khatib berkhutbah, itulah tiba-tiba hujan menderu.
Tidak diketahui kapan langit mendungnya karena orang (laki-laki) berada di
dalam masjid. Sangat lebat. Pasti terbayang juga oleh jamaah, khususnya yang
bertempat tinggal di perumahan itu akan kebanjiran lagi. Khatib terus
berkhutbah dan jamaah sebagian mungkin gelisah karena suara khatibnya tidak
seberapa jelas.
Selesai khutbah menjelang kumandang iqomah, akan salat hujannya reda.
Benar-benar reda. Tidak ada lagi rintik sekalipun. Seperti tidak pernah ada
hujan. Selama salat, iman dengan nyaman membaca fatihah dan ayat-ayat karena
makmum pasti nyaman juga mendengar bacaannya yang begitu fasih. Hingga salam,
masjid senyap saja. Hanya terdengar suara lato-lato dari jauh.
Sejenak setelah salat, sebagian jamaah duduk berkumpul di
sayap kanan masjid itu. Pengurus masjid menyediakan minuman dan kue-mue ala
kadarnya. Kabarnya kebiasaan ini sudah lama dilakukan pengurus. Jamaah yang
tidak langsung pulang ke rumah dapat menikmati minuman dan kue-mue itu. Dan
satu hal yang tiba-tiba muncul dalam dialog sesama jamaah itu adalah bahwa
hujan tadi berhenti tiba-tiba karena doa-doa khatib saat dia berkhutbah. Ah,
ada-ada saja.***