Catatan M. Rasyid Nur
KESIBUKAN hari Senin (05/12/2022)
ini lumayan. Keluar rumah setengah tujuh. Seperti hari-hari kerja sebelumnya,
mobil diarahkan pertama ke SMA Negeri 2 Karimun. Seperti hari-hari sebelumnya,
pertama, mengantar isteri sebagai guru di sekolah yang terletak di Jalan Raja
Usman itu. Terkadang bisa ke SDIT Darul Mukmin terlebih dahulu baru ke SLTA
ini. Dan sejak cucu kedua –Asyura– bersekolah di SLB negeri Tanjungbalai
Karimun, pagi-pagi begini saya menjadi sopir untuk tiga tujuan.
Hari ini, awal pekan pertama di
bulan terakhir tahun ini, setelah tiga orang itu saya antar ke tempat
masing-masing, saya kembali ke SDIT Darul Mukmin, tempat cucu pertama –Akiif
Fatahillah– bersekolah. Saya ke kantor yayasan Darul Mukmin, tempat saya saat
ini mengabdi sebagai bagian dari Manajemen Yayasan Darul Mukmin.
Tersebab tanggal 8 dan 9 bulan
Desember ini akan ada kegiatan Evaluasi Kinerja Manajemen Yayasan, saya dan
teman-teman di manajemen sedikiit lebih sibuk dari pada hari-hari sebelumnya.
Kami harus menyiapkan segala sesuatunya untuk persiapan kegiatan itu nanti.
Maka sekitar pukul 07.30 kami sudah berencana untuk melaksanakan pertemuan
koordinasi. Terlaksana pertemuan itu akhirnya sekitar pukul 07.45 disebabkan
masing-masing ada kegiatan di jam yang sama.
Setelah pertemuan itu,
masing-masing kami melaksaakan tugas sesuai tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)
masing-masing. Sebagai orang yang ditakan di sini, saya memberi pengarahan apa
yang akan dan harus dilakukan dalam persiapan ini. Pastinya disesuaikan dengan
arahan dari KPI (Kualita Pendidikan Indonesia), sebuah lembaga konsultan
pendidikan yang sejak beberapa tahun ini menjadi mitra Yayasan Darul Mukmin.
Hingga siang saya tetap sibuk.
Lumayan sibuk. Dan ketika kembali sebentar untuk makan siang, saya kembali ke
yayasan. Melanjutkan tugas yang masih berkaitan dengan persiapan evaluasi
manajemen yang yang direncanakan itu. Kesibukan ini ternyata membuat saya
sedikit lalai dan lupa. Saat akan kembali ke rumah sekitar pukul 15.35 saya
baru menyadari kalau kacamata saya entah kemana. Saya cari di ruang kerja, di
masjid Darul Mukminin (tempat saya berjamah asar) dan di beberapa tempat,
termasuk di studio Radio Azam, saya tidak menemukan alat bantu membaca itu.
Hingga saya sampai di rumah dan
menjelang magrib saya tetap belum tahu, dimana kacamata itu tercecer. Entah
kemana dia tersembunyi. Saat catatan ini –pukul 22.00– saya buat, saya belum
tahu, entah dimana kacamata itu. Saya berharap, besok dia kembali saya
temukan.***