18 Views

Catatan Mohd. Nasruddin

Kalau ditanya, mau jadi hambah Allah atau hamba hawa nafsu?, Tentu kita akan menjawab, ya jadi hamba  Allah dong.
Nah sekarang kita tinggal buktikan sendiri, benar ga kita termasuk hamba Allah sementara ini.
Status hamba adalah status penyerahan identitas secara mutlak kepada juragan atau bos kita.
Seorang hamba siap melakukan apapun yang dikehendaki juragan nya tanpa ada hak memilih. Karena itu seorang hamba baru bisa punya hak memilih manakah ia dimerdekakan.
Nah sekarang kita uji, benar ga kita termasuk hamba Allah, atau hanya ngaku ngaku saja, padahal dalam prakteknya kita sesungguhnya hamba hawa nafsu.
Jika juragan kita adalah Allah, dan kita hamba Nya, maka Allah memberikan SOP atau JOBDES kepada kita untuk dilakukan agar kita benar benar diakui sebagai seorang hamba. Apa itu?
Ada rukun Iman, saya yakin, 6 tuntutan Allah ini , mayoritas sudah kita lakukan, meskipun saya yakin kalau kita kupas secara mendalam belum tentu kita lakukan semuanya. Saya ga bahas ini, krn bisa panjang, perlu pembahasan khusus.
JOBDES kedua adalah, rukun Islam, dalam rukun islam ada 5 hal yang harus kita lakukan. Yakni syahadat, sholat,puasa, zakat, dan (haji dan umroh).
Kelima syarat ini secara kuantitatif, mungkin 4 hal yang pertama mungkin sudah kita lakukan, karena tidak memerlukan pengorbanan biaya. Kebanyakan manusia krn kuatnya kemelekatan dunia, jarang yg mampu berhasil jika diuji dg pengorbanan materi. Alasan kedua kebanyakan orang gagal menunaikan rukun Islam  yang ke lima, karena pemahaman yang belum lurus ttg syarat yg ke lima ini dan mudah tertipu bujukan dunia dan hawa nafsu.
Kenapa, saya katakan pemahaman yang belum lurus ttg perintah haji dan umrah. Karena banyak orang memahami ayat manistatho’a ilaihi sabiila secara keliru. Manistatho’a ilaihi sabiila, sering dipahami jika mampu secara ekonomi, jadi kalau merasa tidak mampu, mereka beranggapan terlepas dari kewajiban ini, padahal tidak. Kewajiban ini tdk mungkin gugur semudah itu,Allah nanti akan menimbang, benar ga kita benar benar ga bisa ke sana, atau kita sebenarnya mampu, tapi kita abaikan dan lbh memilih kesenangan duniawi . Karena  ini soal, jiwa kita memandang Allah atau memandang dunia dan hawa nafsu. Buktinya banyak orang mampu, kaya, pejabat, pendapatan banyak, tapi belum berangkat hingga saat ini. Namun, sebaliknya,ada tukang ojek, tukang becak, sudah mampu berangkat karena ketaatan dan cinta.
Kata Sabiil dalam redaksi manistatho’a ilaihi sabiila, bermakna jalan..jadi makna sebenarnya adalah bagi yang mengetahui jalannya atau mampu jalannya. Jadi ini soal cara, metode, dan tekad. Bukan soal ekonomi saja .
Makanya dalam tafsir Ibnu Katsir, ibnu abas, menjelaskan ayat ini, batasan seseorang dianggap mampu itu, dan terkena kewajiban harus memenuhi panggilan Nya adalah ketika dia memiliki 300 dirham. 300 dirham jika dikonversikan ke rupiah saat ini ya, sekitar 4-5 juta-an. kita punya ga uang segitu, untuk Allah, baik uang di tabungan maupun uang hasil menjual aset duniawi? Insyaallah banyak sekali yang punya, tapi merasa ga punya.
Dan lebih lanjut ibnu abas ketika menjelaskan ayat waman kafaro fainnallaho ghoniyyun Anil alamin, adalah bagi yang tidak mau memenuhi panggilan Allah padahal ia mampu, maka ia dianggap kafir.
Dalam sebuah hadits nabi Muhammad, Saw mempertegas konteks ini dg mengatakan, barang siapa yang memiliki kemampuan, tapi tidak memenuhi panggilan Allah hingga ajal menjemput, maka ia akan mati dalam keadaan Yahudi maupun Nasrani. Nauzubillah min dzalik. Ya Allah tumbuhkan tekad dalam hati kami utk ringan memenuhi panggilan Mu ya Allah.
Menafsirkan sebatas kemampuan mu itu harus nya dimaknai semaksimal mungkin kamu bisa, berikan pengorbanan terbaikmu untuk Allah,bukan seminimal mungkin kemampuan yang bisa diberi. Klo seminimal mungkin kemampuan yang bisa diberi,kita memahami hal ini, tidak heran, kita belum berangkat berangkat memenuhi panggilan Nya, karena kita menunggu benar benar ada uang cash lebih, padahal aset nya begitu banyak yang bisa dikorbankan untuk Allah.
Jd manistatho’a ilaihi sabiila itu soal tekad dan metode kita dalam memberikan pengorbanan kita ke Allah, bukan kemampuan ekonomi semata. Nah jangan lagi berlindung dari ayat ini, lalu menganggap kita lepas dari tanggung jawab menunaikan rukun islam ke 5. Ingat ini rukun. Rukun itu di atas wajib. Rukun itu ibarat tiang. Bangunan akan roboh manakala tiangnya tidak ditegakkan. Allah maha teliti hisabnya. Sungguh semua akan dipertanggungjawabkan tanpa ada yang bisa kita sembunyikan.
Nah sekarang ukur sendiri kenapa berkurban untuk Allah dg segenap harta yang Allah titipkan ke kita, kita tidak mampu, sedangkan membeli tanah, beli mobil, jalan jalan , beli HP, dll, sangat ringan bagi kita. Nah kita termasuk hamba siapa?, Hamba Allah atau hamba hawa nafsu?😁🙏🏻

Monas Inspire

Ust.Monas

Hubungi 081266557203

Bagi yang mau umroh ramadhan atau bulan normal atau haji furoda, harga murah, fasilitas mewah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *