Diajak Suami Jalan-jalan ke Bali (3)

Bagian 3 Jalan Jalan Bersama Bu Jusmin

Oleh Dra. Hj. Yulita Muaz

Pagi pagi kami udah bangun. Langsung mandi. Setelah semuanya siap kami menuju restoran hotel. Di restoran ternyata sudah ramai para tamu yang makan. Kami pun mengambil makanan sesuai selera dan menu yang tersedia. Buat kami, satu hal yang melegakan adalah karena di situ ada ditulis halal. Bali dengan mayoritas non muslim tentu saja mesti menjadi perhatian untuk menentukan makanan. Sebagai seorang muslim ini penting.

Kuperhatikan orang yang ada banyak bule. Rombongan tourist dari China, Jepang , Korea dan Hongkong, ada juga rombongan dari Singapura. Suamiku  nampaknya asyik berbicara dengan turis wanita asal Singapura. Ehem. 

Ketika mengambil makanan, aku melihat seorang yang memakai cadar berdiri di sampingku. Kuperhatikan wajahnya, rupanya orang Indonesia. Dia berdua dengan suaminya ke Bali. Sepertinya hanya aku dan dialah yang memakai baju muslim di situ. Aku kebetulan tengah memakai jilbab panjang dan dia pakai cadar. 

Sehabis sarapan, suami siap siap  berangkat untuk mengikuti rapat dengan temannya pada tempat yang berbeda. Sebelum berangkat ke Bali suamiku dan temannya sudah janjian duluan, untuk membawa isteri dan anak jalan-jalan ke Bali. Aku diperkenalkan oleh suamiku dengan istri teman suamiku. Ternyata namanya Bu Jusmin. Orangnya cantik. Mirip Erni Johan, penyanyi tempo dulu itu, kataku dalam hati.

Setelah beres semua aku  telp bli, “Hallo, bli,” kataku. “Bisa ngantar kami jalan-jalan?”
“Maaf ya, Bu, saya tak bisa ngantar Ibu, kami masih dalam suasana hari raya Galungan,” katanya. “Tapi Ibu tak usah khawatir , nanti teman saya jemput Ibu ke hotel, ibu tunggu aja di situ,” kata bli.

Setelah menunggu berapa saat taxi pun datang. Aku bersama Bu Jusmi dan anak anak langsung naik taxi. Objek yang kami tuju adalah “Sacred Monkey Fores Ubud Bali.” Objek wisata ini adalah sebuah kawasan hutan lindung yang sangat asri dan luas. Di dalamnya terdapat pura tempat yang sakral bagi masyarakat Bali. 

Daya tarik utama dari objek ini adalah terdapatnya ratusan kera abu-abu berekor panjang. Menyaksikannya berlompat dari satu dahan ke dahan lainnya adalah satu pemandangan yang menyenangkan. Kami menelusuri jalan yang ada di kawasan hutan lindung.  Di sepanjang jalan banyak terdapat pohon-pohon besar dan usianya sudah ratusan tahun. Pohon-pohon itu banyak ditumbuhi lumut. 
Jalan-jalan yang terbuat dari semen juga ditumbuhi lumut. Di sini juga terdapat patung patung kera, patung ular besar-besar sehingga membuat suasana agak menyeramkan. Kera-kera bergerombolan bermain dengan anak anaknya, melompat berlari bergantung di pohon pohon, bermain di jalan jalan semen. Tapi kera ini tidak mengganggu pengunjung. Petugas selalu mengingat kan kepada orang ” yang ada disitu, jangan ditatap mata kera. 
Turis-turis bule banyak ke sini. Aku melihat serombongan turis asal Inggris, mereka bermain dengan kera. Ada yang dipangku, ada yang ditarok di bahu dan ada juga di atas kepala. Aku berpikir kenapa kera ini begitu jinak? Kami dekati turis itu. Oh, ternyata terlebih dahulu kera itu dibacakan mantera mantera oleh si pawang kera. Kami pun foto bersama dengan si bule.

Kami melanjutkan  perjalanan mengelilingi kawasan hutan lindung. Aku dan anakku bisa berfoto dengan kera dengan jarak agak jauh. Bu Jusmin dan anaknya juga berfoto dengan kera. Kami foto bersama sebagai kenang-kenanga berjalan-jalan ke Bali. Itulah. perjalananku di kawasan hutan lindung, “Sacred Monkey Fores Ubud Bali” yang cukup terkenal itu. (bersambung)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *