Diajak Suami Jalan-jalan ke Bali (2)

Bagian 2  Menuju Hotel

Oleh Dra. Hj. Yulita Muaz

Setelah puas berfoto dan menikmati keindahan bandara, suamiku langsung memesan taxi bandara. Kami menuju hotel Ramada Bali Sunsed Road, hotel bintang empat bertaraf international. Lokasinya di jalan Sunset Road Kabupaten Badung, Bali. Di Bali memang banyak terdapat hotel bertaraf internasional. Banyak turis-turis manca negara berkunjung ke daerah ini. Di Bali, hotel hotelnya tidak terlalu tinggi seperti yang terdapat di Jakarta dan kota Batam. Kebanyakan hotelnya tingkat empat atau tingkat tujuh. 
Tiba-tiba teringat kampung halamanku, kota Padang. Di sini hotelnya tidak begitu tinggi. Oh, ya baru aku tahu, Bali dan kota Padang langsung berhadapan dengan samudera Indonesia. Di sini terdapat pertemuan dua lempeng yaitu lempeng Indo Australia dan lempeng Ero Asia. Pada pertemuan lempeng ini sering terjadi tabrakan lempeng yang menimbulkan gempa bumi. Daerahnya dikenal dengan daerah rawan bencana (gempa). 
Disepanjang jalan,  banyak berjejer  jualan makanan-makanan. Aku hanya bisa memandang jualan yang dijajakan itu. “Oh, ada bule jualan pakai gerobak,” kataku heran. Dari atas mobil kulihat bule itu sangat cekatan menjajakan jualannya. Suasana tampak ramai dan banyak orang yang lagi menyantap makanan yang ada di situ.
Kuperhatikan mobil-mobil yang melintasi jalan. Mobil itu dihiasi dengan bunga. Kuberanikan bertanya kepada Blii –pengganti panggilan abang– si sopir taxi. “Bli, kenapa  mobil-mobil di sini dihiasi dengan bunga?” tanyaku. 
“Oh, itu Buk? Sekarang lagi merayakan hari raya Galungan katanya. Hari raya Galungan dirayakan oleh umat Hindu Bali setiap 210 hari menurut perhitunga kelender Bali.” Pembicaraan terus belanjut. “Bli, besok bisa tak ngantar kami jalan-jalan? Kami mau melihat keindahan alam daerah Bali,” tanyaku menambahkan.
Kemudian bli mengasih no hendponnya. “Besok kalau ibu mau pergi hubungi saya,” kata bli. Mobil terus meluncur menuju hotel. Sepanjang jalan banyak masyarakat Bali memakai baju putih putih. Tak terasa kamipun sudah sampai di hotel. Kami pun lansung melangkahkan kaki naik tangga menuju lobi. Di kiri-kanan pintu lobi terletak payung warna merah dan patung.  Ciri khas Bali. 
 
Walaupun hotel itu kepunyaan (milik) orang asing, penataannya tidak meninggalkan nuansa Bali. Cepat kami menuju kamar untuk beristirahat. Dan karena satu harian menempuh perjalanan cukup jauh, perutpun terasa lapar. Kami harus mencari nasi Padang. Di sini sangat sulit mencari rumah makan nasi Padang.
Suamiku pun keluar mencari nasi Padang. Setelah menunggu cukup lama baru suamiku kembali. “Percaya, tak?” kata suamiku, “Nasi ini satu bungkus harganya tiga ratus ribu.” 
 
“Masa iya?” kataku heran. Lalu suamiku menjelaskan lebih jelas. Karena hari sudah larut malam, nasi Padang hanya ada jual di bandara. Ongkos taxi ke sana sebesar Rp 250.000 dan pulang juga segitu, sedangkan nasinya harganya Rp 50.000 per bungkus. Kamipun makan dengan lahap. “Waahh mahalnya nasi Padang di Bali,” gumamku. Akhirnya kami istirahat menunggu pagi. (bersambung)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *