DALAM Ramadhan ini aneka acara di televisi (nasional dan daerah) banyak sekali diproduksi oleh televisi. Menjadi tontonan kita setiap hari. Terkhusus di sore hari, menjelang dan menyambut berbuka puasa begitu banyaknya acara yang dapat kita pilih.
Meskipun boleh jadi acara-acara itu hanya sekadar tontonan, tidak memadai menjadi tuntunan, namun acara demi acara tetap ada. Jika masyarakat tidak cerdas menyeleksi acara-acara yang layak untuk ditonton maka bisa saja tontonan itu malah menyesatkan. Sekurang-kurangnya tidak cukup sebagai pendidikan dan bimbingan agama.
Sebagaimana dirilis oleh hajinews.id pada hari Kamis (06/05/2021) kemarin dalam judul tulisan “MUI Minta KPI Setop 5 Program Ramadhan TV Membandel, Apa Saja?’ ternyata benar ada beberapa acara dari beberapa televisi yang menurut MUI (Majelis Ulama Indonesia) tidak baik untuk ditonton.
Menurut situs hajinews.id, Komisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) MUI meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menghentikan sementara lima program Ramadhan di televisi yang tetap bandel bermasalah meski sudah diberi masukan koreksi dan sudah menyatakan komitmen perbaikan.
Informasinya pada hri Jumat (30/04/2021), Tim Pemantau MUI menyampaikan temuan beberapa program bermasalah di paruh pertama Ramadhan, dalam pertemuan online dengan para produser TV, yang difasilitasi KPI. Delegasi TV pun berkomitmen melakukan perbaikan.
Namun dalam pantauan paruh kedua Ramadhan, tim pemantau tayangan Ramadahan MUI menemukan potensi pelanggaran dan ketidakpatutatan di beberapa program yang sebelumnya sudah diberi saran perbaikan.
Sebagaimana ditulis media, Ketua Komisi Infokom MUI, Mabroer MS, menjelaskan program-program tersebut yaitu Sore-Sore Ambyar Trans TV, Pas Buka Trans7, Sahur Seger Trans7, Ramadhan In The Kost dan Kring-kring Ramadhan in The Kost di Net TV, serta Pesbukers New Normal ANTV.
Kata Pak Mabroer, program-program tersebut tetap bandel dengan menayangkan tayangan yang mengandung unsur memperolok, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, dan memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar.
Dia menyayangkan sikap ketidakseriusan dan nihilnya komitmen dari lembaga penyiaran untuk memperbaiki konten yang bermasalah itu. Padahal, dalam pertemuan evaluasi bersama MUI, KPI, dan Kementerian Agama dengan lembaga penyiaran televisi, Jumat (30/4), lembaga penyiaran telah kembali menyatakan komitmen mereka memperbaiki tayangan yang dianggap bermasalah.
Dalam pernyataannya dia mengatakan, “Sikap inkonsistensi ini tentu sangat disayangkan, mengingat publik berhak mendapatkan siaran berkualitas, bukan rendahan dan murahan,” sebagaimana dilansir Republika.co.id, Rabu (5/5). Ini pernyataan cukup tegas dank eras.
Oleh karena itu, merujuk Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran (SPS), Pasal 80, MUI meminta KPI menjatuhkan sanksi penghentian sementara terhadap tayangan-tayangan yang membandel itu. Begitu ditegaskan oleh MUI. Dan sebagai bagian dari muslim yang diwakili oleh MUI tentu saja kita perlu memperhatikan pesan-pesan ini.
Bagaimanapun kerugian yang disebabkan oleh acara itu adalah kerugian yang akan diderita oleh kaum muslim secara khusus, dan masyarakat secara umum. Sudah selayaknya kita dan semua pihak mengindahkan peringatan MUI ini. Itu penting.***