DI HALAMAN
ini kemarin saya sudah menulis reportase kegiatan MUI (Majelis Ulama Indonesia)
Provinsi yang Turba (turun ke bawah) untuk kegiatan konsolidasi kelembagaan di
MUI Kabupaten Karimun. Seperti sudah saya laporkan, peserta konsolidasi ini
adalah para pengurus MUI Kabupaten dan MUI Kecamatan se-Kabupaten Karimun
sejumlah 45 orang. Laporan ini baru deskripsi hingga Jumat (16/10/2020) malam alias
hari pertama dari dua hari yang direncanakan.
Setelah
kegiatan Jumat malam, itu berakhir menjelang pukul 23 panitia mengumumkan akan
dilanjutkan Sabtu (17/10/2020), esoknya . Kata panitia, ada tiga orang
narasumber dari pengurus MUI Provinsi Kepri memberikan materi, Pak Azhar
Hasyim, Pak Herman Zaruddin dan Pak Edi Sabarani. Ketiganya hadir sebagai
pengurus MUI bersama dua orang lainnya.
Pak Azhar
yang tampil pada sesi pertama banyak menyampaikan materi tentang pentingnya
kepengurusan MUI yang solid. Dari ketua hingga ke anggota pengurus MUI
hendaknya orang-orang yang kredibel. Berpengetahuan mumpuni dan disukai
masyrakat. Kuat ke dalam dan didukung oleh umat. Pak Azhar Hasyim yang lama
menjadi Ketua MUI Kabupaten Karimun sebelumnya juga bercerita tentang
pengalamannya menerajui MUI Karimun hingga saat ini menajdi salah satu unsur
ketua di MUI Provinsi Kepri.
“Tidaklah
mudah menajdi pengurus MUI, apalagi untuk kedudukan sebagai Ketua,” katanya
dalam pembahasan tentang kepengurusan MUI. Pak Azhar menjelaskan bagaimana MUI
berdiri pertama kali dan dipimpin oleh Buya Hamka. Dengan ilmu dan independensi
yang mereka tunjukkan waktu itu, Pemerintah tidak bisa mendikte.
“Buya Hamka
bahkan menyatakan lebih baik mundur sebagai Ketua MUI (pusat) waktu itu dari pada
harus mengubah sikap MUI,” jelas Pak Azhar. Untuk itu dia mengingatkan, jika
nanti MUI Karimun akan memilih Ketua yang kebetulan saat ini pindah tugas ke
Ibu Kota Provinsi, maka carilah orang-orang yang layak. Benar, tidak ada orang
sempurna karena yang sempurna hanya Allah. Tapi kemampuan yang dibutuhkan oleh
seorang ketua atau pengurus MUI, itu hendaklah dimiliki oleh calon pengurus.
Demikian Pak Azhar Hasyim memberikan penjelasannya.
Ada yang
menarik dalam pemberian materi penguatan kelembagaan yang disampaikan para
sarasumber hari ini. Satu di antara tiga narasumber yang tampil dari di jadwal
pagi hingga siang Sabtu (17/10/2020) secara khusus mengaitkan pengutan
kelembagaan MUI dengan pentingnya literasi. Jika sesi pertama (Pak Azhar)
membawakan topik Pentingnya Kredibilitas Pengurus dan sesi ketiga tampil Pak
Edi Sabarani dengan materi Pedomana Operasional MUI, Pak Ermah Zaruddin yang
tampil di giliran kedua membawakan materi yang membahas masalah literasi.
Literasi?
Ya, materi literasi. Boleh jadi karena Kepala Kantor Kemenag Bintan ini juga
penyuka literasi. Bahkan oleh Media Guru, mantan Kepala Kantor Kemenag
Tanjungpinang dan Kemenag Karimun ini sudah dinobatkan sebagai Tokoh Penggiat
Literasi Nasional dari Provinsi Kepri. Beberapa buku solo dan antologinya sudah
diterbitkan di Media Guru. Tidak kurang tujuh judul bukunya sudah terbit.
Dengan
materi berjudul Menuju Kepri Provinsi Literasi dengan sub judul Peran Ulama
dalam Literasi Pak Erman yang pernah lama memimpin Kantor Kemenag Kabupaten
Berazam, ini menyampaikan materi literasi yang pernah juga disampaikannya pada
salah satu webinar Media Guru beberapa waktu lalu. Menggunakan slide dalam
presentasinya di hadapan pengurus MUI Kabupaten Karimun dan Kecamatan
se-Kabupaten Karimun Pak Erman memulai dengan menyebutkan perintah agama untuk
menulis.
Mengutip
ayat alquran, surah al’alq dia menjelaskan betapa ayat pertama dan ayat-ayat
ikutannyayang turun kepada umat dari Nabi Muhammad adalah ayat memerintahkan
membaca. Ayat pertama berbunyi, ‘iqro’ yang berarti perintah membaca. Dengan
mengutip ayat 1-5 dan hadits Nabi Pak Erman mengatakan kepada para peserta
konsolidasi bahwa litersi itu juga sangat penting bagi para ulama.
Pak Erman
juga menyitir pernyataan Asya’bi yang meminta orang-orang yang mendengar
tentang ilmu maka tulislah walaupu di tembok; atau pernyataan Ma’mir bin Rasyid
dan Abu Shalih Alfarra’ yang intinya menganjurkan untuk menulis, pak Erman
mengajak para peserta konsolidasi yang adalah panutan masyrakat untuk juga giat
di literasi. Saya sendiri yang kebetulan juga menyukai dan ikut bergiat di
literasi beberapa kali diingatkannya untuk membantu para pengurus MUI baik di
kabupaten maupun di kecamatan agar juga suka literasi. “Siap,” berulang saya
jawab sambil tersenyum kepadanya.
Setelah
juga menjelaskan tentang kondisi literasi Indonesia yang katanya tingkat
membaca bangsa masih rendah, dan mengutip catatan dari sebuah berita perihal
imbauan Ketua Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman MUI, Prof Endang
Sutari yang mengimbau agar umat Islam menumbuhkan budaya literasi, Pak Erman
mengajak perserta konsolidasi untuk menumbuhkan kesadaran literasi secara
pribadi. Peran ulama dalam literasi ini hendaknya kita buktikan. Kurang lebih
begitu dia mengingatkan peserta konsolidasi.
Pak Erman
memberikan beberapa usulan untuk mengembangkan literasi, seperti mengadakan
lomba membaca, pengadaan buku bacaan, menyediakan taman baca, kampanye membaca
dan beberapa usulan lainnya. Ide-ide dan usulannya itu tentu saja sudah
dilaksanakan di tempat-tempat lain atau oleh kalangan lain. Dia mengajak agar
di kalangan MUI juga dikembangkan dan dilaksanakan kegiatan seperti itu. Untuk
menulis, dia juga mengajak dan meminta para pengurus ini untuk ikut serta.
Beberapa usulannya antara lain, mengadakan lomba menulis, melaksanakan kegiatan
menulis bareng, pelatihan menulis buku, membuat tulisan wisata Kepri, dan
lainnya. Intinya, meskipun para peserta konsolidasi ini adalah para ulama,
zu’ama dan cendekiawan muslim yang berkutat di MUI, alangkah baiknya juga menajdi
penulis. Ajakan ini tentu penting, jika diingat bahwa ilmu yang dimiliki para
ulama atau pengurus yang setiap saat disampaikan kepada umat, akan lebih baik
jika ditulis dan dibukukan.*** (M. Rasyid Nur)