Catatan Webinar XI Media Guru Indonesia (Bag. 5)

WEBINAR
Media Guru Indonesia (MGI) adalah webinar yang selalu ditunggu warga MGI.
Webinar XI yang dilaksanakan pada hari Ahad (13/09/2020) kemarin, itu misalnya
selain diikuti langsung oleh 123 orang di ruang zoom juga ada ratusan bahkan
ribuan orang lainnya melalui live
streming
chanel YouTobe MediaGuru. Adalah webinar penting yang dilaksanakan
oleh Media Guru seperti webinar-webinar sebelumnya. Sekali lagi, 10 webinar sebelumnya
adalah webinar terpenting bagi kita semua, keluarga besar MGI sebagaimana
pentingnya webinar XI ini. Dengan temanya yang selalu berbeda-beda setiap kali
ada webinar membuat setiap webinar Media Guru menjadi begitu penting.

Seperti
sudah dijelaskan sebelumnya bahwa webinar kali ini adalah webinar yang
disejalankan dengan lounching buku baru Media Guru berjudul Pejuang Liaterasi. Itu, kita sudah
sama-sama tahu juga. Buku antologi dari 123 orang penulis yang dihasilkan
bersempena peringatan HUT RI, itu berisi artikel-artikel yang secara khusus
membahas perjuangan literasi. Itulah sebabnya judulnya juga berbau perjuangan.

Yang
menarik adalah bahwa pada webinar ini, selain kesempatan menyerap ilmu dan
informasi penting dari Pak CEO, Muhammad Ihsan –meskipun sekilas—lalu dari Mas
Eko, Pimpinan Redaksi Media Guru dan beberapa pejuang literasi lainnya seperti
Bu Wiwik (host) dan Bu Sri Subekti (moderator), juga yang utama itu adalah
tampilnya empat orang nara sumber yang masing-masing memberikan pencerahan yang
begitu penting bagi kita. Tiga orang sudah diulas di halaman ini sebelumnya.

Catatan
–kelima– ini akan menampilkan satu orang lagi dari empat orang narasumber
yang tampil itu. Pastinya ini juga sebagai pemotovasi kita dalam memperjuangkan
literasi di Negeri kita ini. Kita tahu, keempat nara sumber ini tampil begitu
memukau dengan kreasi literasi mereka masing-masing.

Pada
tulisan ini saya membuat catatan dari nara sumber hebat yang tampil keempat dari
empat orang nara sumber yang ada. Tapi dia adalah orang kedua atau terakhir
dari sesi kedua. Siapa dia? Dia adalah Abdurrauf Shaleng, seorang pengawas
TK-SD di Kabupaten Shopeng, Sulawesi Selatan. Dia menyampaikan paparannya dengan
judul  Sarskodes Strategi Membumikan Literasi. Judulnya saja sudah membuah
rasa ingin tahu, khususnya makna ‘sarskodes’ itu apa? Inilah kepanjangannya, Sapu
Rata Sekolah Kota dan Sekolah Desa. Makasudnya dalam pembinaannya dia tidak
ingin hanya sekolah tertentu –biasanya sekolah di kota—saja yang dibina. Sebagai
pengawas sekolah dia ingin semua sekolah itu mendapatkan pembinaan.

Latar
belakang pemikiran ini menurut Pak Rauf adalah adanya beberapa permasalahan
yang harus diatasi. Setidak-tidaknya Pak Rauf mengemukakan tiga permasalahan
sebagai sesuatu yang mendasar untuk pemikiran ini. Ketiga permasalahan itu
adalah, 1) Topografi Sekolah; 2) Minat Baca Warga Sekolah yang Rendah; dan 3)
Perpustakaan Kurang Difungsikan.  Jadi,
jarak dan keadaan sekolah yang jauh membuat pembinaan itu menajdi susah. Hal lainnya,
perpustakaan

Ada
beberapa langkah dan strategi yang ditempuh Pak Rauf yakni dimulai dari komitmen ke sekolah binaannya. Lalu
melangkah ke tim literasi sekolah, sarana prasarana, lalu dibuat jadwal dan target. Terakhir dibuatnya lomba
untuk apresiasi dari kegiatannya.
Jelasnya begini, pengawas wajib memiliki komitmen awal. Komitmen awal akan
membuat rencana akan berhasil.

Lalu
dibentuk tim literasi sekolah. Tim ini harus ditetapkan oleh Kepala Sekolah,
tentunya. Lalu ada sarana prsarana seperti buku-buku, dll. Dengan adanya jadwal
akan dengan mudah memonitor kapan kegiatan literasi akan dilekasanakan. Dari sini
akan mudah menetapkan target yang nanatinya akan berlanjut ke rencana
apresiasi. Itulah perlunya ada lomba-lomba berkaitan dengan literasi.

Bukan
tanpa tantangan, tentunya. Tantangan itu adalah covid-19 ini serta kendala
lainnya. Maka perlu, kata Pak Rauf diadakan pendampingan. Ini penting. Pengawas
wajib memberikan pendampingan ini kepada sekolah binaan agar kegiatan dapat
berjalan maksimal. Selanjutnya dimonitor. Artinya wajib pula ada monitoring.

Hasil
Sarskodes ala Pak Rauf adalah, 1) Saran abaca menjadi merata di sekolah binaan;
2) Buku-buku perpusatakaan lebih dimanfaatkan oleh warga sekolah; 3)
Peningkatan budaya baca di sekolah binaan; 4) Bertambah jumlah dan variasi
bahan bacaan di sekolah binaan; 5) Adanya siswa yang menjadi juara bercerita di
tingkat kabupaten. Data ini sebagaimana ditampilkan Pak Rauf melalui slidenya.

Dengan
kreasi literasi Sarskodes ala Pak Rauf ini terbukti meningkatnya kegiatan
literasi di sekolah-sekolah. Tidak ada lagi dikotomi sekolah kota dengan
sekolah desa. Program ini membuat pemerataan yang baik antara semua sekolah,
khususnya dalam mengembangan dan pembinaan literasi. Selamat, Pak Abdurrauf.
Selamat untuk semua pengawas yang sekaligus ini adalah tantangan juga bagi
pengawas di tempat lain. Terima kasih, Pak Rauf.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *