Tanaikarimun.com – Karimun, BERITA salah satu televisi swasta Kamis (06/08/2020) malam mengejutkan sekaligus menyedihkan. Diberitakan, seorang ayah di Garut sana harus memberanikan diri mencuri HP untuk belajar daring anaknya. Ingat, untuk belajar daring (online) anaknya yang baru masuk sekolah di Tahun Pelajaran 2020/ 2021 ini.
Bekerja serabutan, dengan tiga orang anak ternyata membuat bapak ini tidak kuat memikul beban ekonomi. Kata polisi di berita, itu anak tertuanya (laki-laki) sudah DO di tingkat SMP. Tentu karena tekanan ekonomi itu. Tahun ini anak perempuannya masuk SMP. Untuk anak perempuannya yang baru masuk SMP dan sudah satu bulan ini tidak bisa belajar, itulah kata polisi yang membuatnya bermata gelap. Harus mencuri.
Di satu sisi mungkin dikatakan dia berniat baik. Sang ayah ingin memenuhi keperluan sekolah anaknya. Tapi di sisi lainnya dia melakukan perbuatan tidak baik dengan mencuri. Perang antara memenuhi kebutuhan sekolah anak-anak dengan ketidakmampuan ekonomi, itulah yang menyebabkan munculnya kasus ini.
Kasus pencurian HP oleh seorang ayah, itu sampai juga ke polisi bahkan ke Kejaksaan Negeri beritanya. Haruskah bapak itu dihukum atau cukup menanggung malu? Inilah bagian yang menyedihkan. Termasuk menyedihkan bagi kita para pendidik. Sebagai guru, hati dan perasaan kita pasti akan terbawa juga.
Kata jaksa, sebagaimana kita dengar dan saksikan di berita televisi malam tadi, itu bahwa karena pencurian ini dengan kerugian di bawah Rp 2 jt maka tidak perlu dihukum pidana berat. Masalahnya kasus itu masuk berita dan diberitakan dengan begitu terang. Jutaan orang tentu sudah menyimak berita yang berawal dari berita yang viral di medsos sebelumnya itu. Dan sebagai guru, berita itu tidak mudah kita mencerna dan mendengar begitu saja. Rasa sedih dan perasaan pro kontra pasti ada di perasaan kita. Lalu bagaimana kita menyikapinya?
Secara hukum dan dari sisi manapun orang sepakat bahwa tindakan bapak itu adalah sebuah kesalahan. Namun, jika tindakan itu disebabkan oleh rasa sayang dan atas nama tanggung jawab dia melakukannya? Inilah peliknya perasaan kita. Jaksa dan polisi saja lebih mengedepankan kemanuisaannya dari pada hukumnya. Pasti kita juga merasakan perasaan kemanusiaan bapak itu.
Menurut berita lainnya di m.liputan6.com Kejari Garut lebih mengutamakan kemanusiaan. Pak Aj (sang pencuri HP) memang mengaku melakukan pencurian demi belajar anaknya. Bukan saja tidak dihukum, kejakasaan Garut bahkan membantu mencarikan HP untuk bapak itu. Sungguh persoalan pelik bagi kita. Pembelajaran daring yang tidak mudah bagi guru, juga begitu beratnya bagi orang tua.**
Kontributor: M. Rsyid Nur
Editor: M. Rasyid Nur
Editor: M. Rasyid Nur