Catatan M. Rasyid Nur
Dari Status FB Syafaruddin Mukhtar
INI adalah status di Facebook seorang dosen. Dia menjadi pengajar di UIN Pekanbaru. Dia orang Airtiris, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Kita tahu orang Kampar sehari-hari menggunakan Bahasa Kampar yang disebut dengan Bahasa Ocu. Maksudnya bahasa orang Ocu, orang Melayu Daratan yang tinggal di Kabupaten Kampar dan sekitarnya. Ada juga istilah Ocu Deyen untuk makna Abang/ Kakak Kami. Orang Jambi menyebut Wong Kito.
lamo, podo ndak ado nang ka dimakan suok, tanam juo la ubi kayu atau ubi
jalau. Klu lamo corona go bou kodo ilang, pas ilang suok, ekonomi go
condo kan payah, apolai ekonomi awak la mirip jaman jahiliah. Klu awak
aghokkan ajo titiok dai langik, ndak condo kan tughun, mo la wak
bosuikkan dai bumi. Jadi, mo la wak mulai mananam le.” Bingung memahaminya?
izin Tuok Ongah pinda ng status waang ko ka bahaso uwang ulak, bajugak
ketek, lai bulio nyo? Dibuek ketek pengantar bak nyie uwang siten du.
Parolu juo posan pak dosen go. Bisa yie? Tuok Ongah muek di blog www.tanaikarimun.com yo,
bia dibaco juo dek uwang ulak go.” Maksudnya (bahasa Indonesia), Apakah iya ini, Serius? Yung (sapaan akrab saya dengannya, karena dia memang saudara saya, tepatnya setingkat ponakan) izin Tuok Ongah pindahkan status engkau (memposting ulang) ke bahasa orang rantau, ‘berjuga’ (berbahasa Indonesia) sedikit, boleh tak? Dibuat sedikit pengantar, bak kata orang di sana tuh. Perelu juga pesan Pak Dosen ini. Bisa, kan? Tuk Ongah muat di blog www.tanaikarimun.com (yang kebetulan saya adminnya,) biar dibaca orang lain. Dia jawab OK dengan menggunakan istilah ‘mantap’ artinya setuju.
Saat ini boleh dikatakan, ekonomi rakyat itu sudah mendekati kematian bahkan sebagiannya sudah benar-benar mati. Bag orang-orang yang tidak bisa bekerja disebabkan peraturan Pemerintah mengharuskan begitu, artinya ekonominya sudah tamat. Sudah menjadi pengangguran. Tidak ada penghaslan. Mau mencuri atau merampok? Juga tidak akan bisa. Bantuan Pemerintah? Sampai kapan?
Maka Pak Dosen kita mengingatkan agar mulai saja menanam yang kemungkinan akan ada hasilnya. Bisa ubi kayu atau ubi jalar yang sudah sangat familiar denan orang Kampar dan sekitarnya. Tanah yang kosong, jangan lagi dibiarkan kosong seperti selama ini saat masih bekerja di temat lain.
Dengan menanam apa saja yang dapat dimakan, insyaallah ketika keadaan ekonomi kita masih tetap begini dalam waktu yang lama, maka persiapan untuk makan –ala kadarnya– tetap ada. Kita (saya) ingat masa-masa kecil dulu, ubi itulah pengganti nasi (beras) yang tdak ada. Jadi, menanam ubi adalah jalan terdekat dan termudah serta paling masuk akal bagi masyrakat, khususnya masyarakat Kampar dan sekitarnya. Setuju? Setuju, Pak Dosen.
Pesan Pak Dosen ini boleh diibaratkan peribahasa ‘Sedia payu sebelum hujan’ yang di judul ini kita plesetkan menjadi ‘bersiaplah payung sebelum hari mendung,’ yang berarti bahkan jangan menunggu hujan. Mendung saja mestinya kita sudah menyediakan payung kita. Kalau sudah hujan malah tambah berat lagi masalahnya.***