Oleh: Mohammad Nasrudin
SESUNGGUHNYA memahami fatwa ulama dan perintah Ulil Amri tidak bisa dengan pandangan hitam-putih saja. Tidak bisa seperti pemahaman awam memahami masalah yang saat ini lagi menghebohkan masyarakat. Yaitu perlu-tidaknya meninggalkan solat jumat di Masjid dikarenakan khawatir virus corona.
Mencuplik Surah At-Taubah, itu memang benar.kita wajib memakmurkan masjid dalam konteks normal tanpa uzur. Fatwa MUI juga tidak melarang sholat di masjid. Yang dilarang sholat di masjid yang berdampak kerumunan massa dan menjadi media penularan virus. Kalau Sholat apapun keadaannya memang tidak boleh ditinggalkan meskipun dengan isyarat mata bagi yang sudah uzur.
Dalam fikih, sholat Jum’at boleh ditinggalkan ketika ada uzur, seperti ketika sakit, hujan deras, di suatu daerah yang masjid sulit ditemukan. Begitu juga ketika ada sesuatu yang membahayakan keselamatan maka solat jumat boleh tidak dilakukan.
Dalam riwayat Bukhori dan Muslim, Rosululloh pernah memberikan contoh, manakala hujan deras, Rosululloh perintahkan bilal mengumandangkan adzan, pd lafadz hayya ala sholah diganti dg shollu fi buyutikum. Agar diganti dg sholat dhuhur di rumah masing-masing. Di sinilah indahnya Islam, yang tidak ingin memberatkan pemeluk nya. La yukallifullohu nafsan illa wus aha. Beribadah sesuai konteks, makanya ada hukum rukhso dan dhorurat dalam Islam.
Illat atau sebab hujan deras saja Rosululloh sdh memberikan arahan utk sholat di rumah masing-masing, bagaimana dengan ancaman potensi virus yang mematikan, yang bahaya penularannya memang melalui interaksi sosial dg jarak dekat seperti kerumunan sholat.
Pertimbangan medis sbg ahlu dikri ttg hal ini tentu mjd rujukan yg tepat menjelaskan karakteristik bahayanya virus ini, yg penyebaran cepat, mudah menular dan membahayakan kesehatan. Fasaluu ahladzikri inkuntum la tak lamun. Allah perintahkan kita tanya ahlinya, ahlu dikri dalam hal ini tentu saja para pekerja medis. Kita dengarkan mereka,mrk yg lebih tahu.
Kalau ada yang berhujjah, kenapa harus takut virus, takutlah hanya pada Allah.
Nah di sini banyak yang salah paham. Pernyataan tsb benar. Kita tidak takut kepada virus, kita hanya takut pada Allah. Namun Allah yang memerintahkan kita menghindari bahaya. Allah melarang kita menjatuhkan diri dalam kebinasaan.
Virus itu sama dengan api, air, pasir, tanah dsb. Semua ciptaan Allah yang bertasbih kepada Allah. Mereka adalah junudulloh, para tentara Allah. Mereka menjadi bahaya karena perintah dan takdir Allah juga.
Air itu bisa bermanfaat, namun jika Allah sudah perintahkan air masuk ke daratan dan menggulung apa saja yg dilaluinya, pertanyaan nya, anda memilih menghindari apa diam saja di tempat, jika msh ada peluang bagi anda menghindari bahaya yang ditimbulkannya?, Klo anda diam saja, tawakal tnp ihtiar, maka anda telah melakukan bunuh diri. Tapi kalau anda menghindari nya,. Anda telah menjaga amanah kehidupan yang juga Allah perintahkan.
Sama halnya virus dg pasir, air, yg bisa Allah takdirkan mjd bahaya, cuma karakter virus ini beda. Benda tidak nampak yg potensi penularan nya melalui penularan kerumunan massa.sama halnya contoh air di atas, ketika virus sdh berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat, kita akan menghindari bahaya nya, atau pasrah saja tanpa upaya apapun. Klo anda pasrah saja, maka anda bisa dihukumi bunuh diri dan tdk memelihara kesehatan diri dan orang lain. Pemimpin tentu tidak menunggu datangnya bahaya baru berbuat, mereka tdk mau mengorbankan nyawa masyarakat nya dg kelalaian kebijakan mrk yg lambat,. Padahal contoh di mana mana sdh jelas. Di Jakarta itu pasien positif Corona dari 2 orang mjd 500an seperti skrg, tdk menunggu waktu lama,. hanya bbrp minggu saja,dan itu terus meningkat.
Nah pemimpin yang bijak akan berpikir lebih baik mencegah daripada mengobati.
Di sinilah kaidah fikih mjd panduan. Dar’ul mafaasid muqoddamun ala jalbil masholih. Mencegah kerusakan lebih diutamakan dibandingkan mengambil manfaat.
Dalam hal ini, potensi timbulnya bahaya, ada di tangan pemerintah yang lebih tahu…di Karimun sdh mengeluarkan surat darurat wabah Corona akibat masuknya ribuan TKI dari Malaysia yang sangat berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat.karena mereka datang dari negara rawan yg berpotensi menular dg cepat.
Menimbang fasilitas kesehatan daerah yang msh terbatas jika terjadi penularan tak terkendali seperti Jakarta dan kota lain. Mereka akan kuwalahan jika kemungkinan buruk yang bisa terjadi itu dibiarkan.
Kalau hal itu sampai terjadi karena pembiaran, dan ketidak sadaran masyarakat utk menghindari kerumunan, pemerintah juga yg pasti disalahkan. Bukan masyarakat yg ngotot dan melawan perintah Ulil Amri.
Nah sekarang fatwa MUI sdh terbit, surat pelarangan pemerintah sdh keluar, guna melindungi masyarakat dari bahaya wabah virus Corona ini. Tugas umat harusnya sami’na wa atho’na. Patuh karena menuruti Ulil Amri adalah perintah Allah yg wajib dipatuhi oleh orang beriman. Kecuali kita tidak beriman. Annisa 59, ya ayyuhalladzina aamanu athiulloha wa athiurrosul wa Ulil Amri minkum. Hai orang-orang beriman ,ta’atilah Allah dan rosulNya serta Ulil Amri atau pemimpin diantara kalian.
Coba tadabburi ayat itu, Allah menyeruh kpd orang beriman, bukan kpd orang muslim, bukan kpd manusia umumnya…tapi kpd orang beriman. Hanya orang beriman yang memiliki komitmen ketaatan kepada Allah dan rosulNya, serta Ulil Amri atau pemimpin.
Sekarang iman kita diuji, apakah kita mau mengikuti arahan pemerintah demi keselamatan masyarakat luas atau kita abaikan krn keegoisan kita yg tdk berdasar. Siapa yang tidak ingin ibadah lagi di masjid seperti kmrn dengan aman tanpa perasaan was was. Krn uzur dan takdir Allah jua lah kita harus menahan diri demi keselamatan kita, keluarga dan masyarakat. Mentaati perintah Ulil Amri karena mentaati perintah Allah juga ibadah. Timbangan mudharat dan manfaat bagi kehidupan manusia inilah yang menjadi dasar lahirnya Fatwa dan kebijakan pemerintah.
Semoga dipahami.
Monas Inspire
Mochammad Nasrudin