Munafiq, Masuk Nerakalah dari Sekarang

Catatan M. Rasyid Nur
(Pengantar) HAMPIR 10 tahun lalu, catatan ini sudah saya share di salah satu blog pribadi. Catatan tentang orang munafiq. Orang yang boleh jadi paling dibenci, baik oleh Allah maupun oleh kita sesama ahmba-Nya. Persis catatannya begini: 


KALAU ditanya siapakah orang
bertitel munafiq, jawabnya bisa beragam dan tidak hendak ada yang akan
mengaku. Tapi satu hal yang pasti disepakati –itupun jika mau sepakat– bahwa
tanda orang munafiq itu adalah pendusta, pembohong alias tidak jujur. Lain di
mulut, lain pula di hati. Lain ditekad tapi lain dibuat. Ini sudah tegas dijelaskan dalam hadits.

Tanda munafiq lainnya tentu masih
banyak yang juga dijelaskan dalam tuturan Rasulullah. Sebut saja mangkir dalam janji, berkhianat (merusak) amanah alias
menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan. Ini juga cirinya orang munafiq yang
sudah lazim diketahui.
Nah, kalau sudah bicara orang
pendusta (pembohong) sepertinya tiada yang akan berani dan sanggup mengaku kalau
dia tidak pernah melakukannya. Pastinya semua kita akan pernah melakukan
kesalahan seperti itu. Apalagi kalau dibawa-bawa masalah hobi mangkir janji dan
suka merusak kepercayaan, rasa-rasanya semua mungkin pernah melakukannya. Entah
terpaksa, tak sengaja atau memang disengaja, itu masalah lain.
Saya pikir memang benar kalau semua
orang mungkin pernah berbuat salah. Salah kecil atau salah besar, pasti ada.
Apalagi Nabi memang sudah menegaskan masalah manusia yang memang pasti ada
salah. “Setiap anak Adam pasti ada kesalahan,” itu bunyi salah satu
hadits. Hanya jika saja manusia mau menyadari akan kesalahannya untuk tidak
lagi melakukannya, itulah sebaik-baik manusia yang bersalah.
Persoalannya sekarang begitu masih
banyaknya kita dengar atau kita lihat –entah di koran, di majalah, di
telivisi, dll– masyarakat kita, tetangga kita, bangsa kita atau jangan-jangan
keluarga kita yang konsisten dan bertahan dengan kesalahannya khsusnya
kesalahan berkisar di seputar dusta-mendusta ini. Artinya jika pendusta itu
adalah orang munafiq, begitu masih banyak orang di negeri kita ini yang
bertitel munafiq. (Maaf, jangan-jangan saya ini juga munafiq, wallohu a’lam, na’uzubillah).
Untuk meminjam dan menyebut satu
contoh masih banyaknya si pendusta alias si munafiq di sekitar kita sebut saja
koruptor. Ini pun kita comot sebagai sampel pendusta karena penyakit korupsi
yang terbukti telah merusak dan menghancurkan sendi-sendi kebenaran dan
kekuatan bangsa, tak juga kunjung berkurang apalagi hilang di negeri bersendi agama
ini.
Di satu sisi bangsa ini menjadikan
agama (Ketuhanan Yang Maha Esa) sebagai salah satu dasar berbangsa dan
bernegara. Artinya semua yang ada dalam negara kita tercinta ini mengaku agama
adalah dasar untuk memperoleh pengakuan sebagai orang Indonesia. Tapi di sisi
lain penyakit korupsi yang nyata diharamkan agama malah tak hendak dihilangkan.
Walaupun ada isntitusi hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan kehakiman untuk
diharapkan meberantas penyakit korupsi terbukti hingga 65 (enam puluh lima) tahun
bangsa ini merdeka, korupsi tetap ada. Justru dari waktu ke waktu semakin
berkembang. Sampai-sampai Bung Hatta menyebut penyakit korupsi sudah membudaya.
Untuk mengingatkan si munafiq yang
satu ini, tidak salah kembali dikutipkan makna sepotong ayat dalam kitab suci
yang berbunyi, “Sesungguhnya orang-orang munafiq itu tempatnya
adalah di kerak api neraka”
. Tuhan ternyata mengingatkan bahwa penjara
orang munafiq (koruptor) itu tidak sekedar masuk neraka saja. Tapi ditegaskan
bahwa tempatnya di kerak api neraka yang terdalam. Tidak cukupkah ancaman ini
menakutkan? Di kerak, artinya di bagian yang peling menyeramkan.
Itu seandainya si munafiqnya telah
meregang nyawa karena sampai ajalnya. Bagaimana jika belum juga dicabut
nyawanya oleh Sang Pencabut nyawa? Pasti merisaukan orang-orang yang berusaha
dan merasa dirinya tidak munafiq. Manusia yang paling berbahaya –dikisahkan
dalam banyak riwayat– memang orang munafiq. Orang munafiq yang bagaikan
‘musang berbulu ayam’ memang akan lebih berbahaya dari pada musang itu sendiri.
Ada benarnya kalau ada yang berharap
sebaiknya si munafiq ini masuk nerakanya sedari sekarang saja. Selagi di dunia,
alangkah adilnya kalau mereka dimasukkan ke dalam neraka. Meskipun neraka di
dunia ini tidak sampai merasakan dibakar api, dengan dikurung di ruang sempit
dan tak senyaman di rumahnya sendiri rasanya lumayan juga untuk sekedar
merasakan masuk neraka. Neraka seperti penjara adalah tempat yang sangat layak
dan adil buat mereka-mereka itu.
Persoalannya memang tidak semudah
yang kita inginkan memasukkan para munafiq berjenis koruptor ini untuk
dijebloskan ke neraka seumpama penjara. Setelah polisi dan jaksa tidak dapat
diharapkan lalu muncul KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) ternyata para koruptor
masih terlalu tangguh untuk ditaklukkan. Begitu banyaknya cara mereka
mengalahkan aparat anti korupsi itu. Faktanya, saat ini sebanyak yang
disebut-sebut media dijatuhi hukuman rupa-rupanya jauh lebih banyak yang tidak
atau belum tersintuh aparat hukum. Mereka masih nyaman-nyaman saja hidup mewah
dengan harta-benda hasil korupsinya.
Lalu? Ya, ramai-ramai saja 
rakyat Indonesia lainnya –yang berani tidak korupsi– untuk menyerukan,
“Hai para munafiq, masuk nerakalah dari sekarang saja… mana tahu Tuhan
berkenan mengampuni dosa dan tidak lagi mengirimkan Anda kelak ke dalam neraka,
di akhirat kelak, amin”. Lha, kan enak jika besok tak jadi dibenamkan ke
kerak neraka.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *