Bersatu Jangan Keliru

Oleh M. Rasyid Nur
PRIBAHASA, ‘Bersatu kita teguh,
bercerai kita rubuh’ selalu dipakai untuk memotivasi agar seseorang tidak mudah
terprovokasi untuk ‘bertelagah’ alias ‘berdebat tak tentu arah’ dalam
kehudupan. Tujuan utama pribahasa itu adalah memperkuat persatuan untuk memupuk
kebersamaan dalam keseharian. Pertelagahan akan melahirkan permusuhan, dan
permusuhan akan menyebabkan pelemahan dari sebuah kekuatan.
Tapi ada yang salah kaprah dalam
menerapkan pesan pribahasa itu. Saya melihat kesalahkaprahan penerapan
persatuan itu beberapa hari lalu, pesisnya ketika berlangsungnya ujian semester
di sekolah. Tersebutlah kisah dua orang atau beberapa orang siswa yang dalam
kesehariannya selalu kompak. Mereka selalu bersama dalam hal apa saja. Belajar
bersama, menjawab soal-soal PR (Pekerjaan Rumah) yang diberikan guru secara
bersama-sama. Ke kantin juga bersama. Semua itu tentu saja sangat bagus dan
memang harus begitulah adanya.
Tapi, jika penerapan rasa bersatu
dan kekaompakan diterapkan di tempat yang salah, tentu saja itu tidak
diharapkan. Sesungguhnya untuk selalu menerapkan kekompakan dan kebersamaan
mestilah pada tempat yang benar. Tidak diharapkan penerapan kekompan pada
tempat yang salah atau diragukan kebenarannya. Kapan dan bagaimana penerapan
rasa persatuan yang tidak tepat itu?
Waktu itu, dalam suasana ujian
semester ganjil, saya pastikan mereka juga menjaga kebersamaannya secara tidak
tepat. Kebersamaan seperti inilah yang menurut saya sudah salah kaprah.
Mengapa? Karena ternyata nilai-nilai kebersamaan itu mereka terapkan dalam
menjawab soal-soal ujian yang menurut peraturannya tidak boleh saling mencontek.
Tidak boleh ada yang saling membocorkan soal antara satu orang dengan orang
lainnya. Sudah jelas dalam tata tertib ujian bahwa dalam mengerjakan ujian
tidak dibenarkan saling bertanya atau menjawab soal secara bersama.
Nyatanya, masih ada di antara mereka
yang seolah tetap menerapkan peribahasa itu dengan alasan menerapkan persatuan
dan kebersamaan. Peribaha “Berat sama dipikul, ringan sama
dijinjing,” seolah mereka terapkan di situ. Jelaslah itu salah. Tidak pada
tempatnya nilai-nilai kekompakan dan kebersaan diterapkan dalam menjawab ujian.
Inilah yang disebut ‘bersatu secara keliru.’
Yang namanya ujian, entah Ujian
Semester, Ujian Tengah Semester bahkan Ujian Nasional, tata aturannya pasti
sama: tidak boleh mencontek atau saling memberi jawaban. Apalagi ujian yang
diikuti guru semacam UKG (Uji Kompetensi Guru) misalnya, sangat-sangat dituntut
akuntabilitas dan kejujuran dalam menjawabnya. Jika dengan alasan menjaga
nilai-nilai kekompakan dan kebersamaan para peserta ujiannya saling contek,
betapa kelirunya pemikiran itu. Semoga kelak tidak akan terjadi lagi cara
pandang yang keliru ini.***

dari www.koncopelangkin.blogspot.com

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *