Harpitnas, Efektifkah atau Mubazir Saja?

Oleh M. Rasyid Nur
LIBUR semester gasal –bagi guru– masih berjalan. Sesuai kalender pendidikan dan pengumuman yang disampaikan Dinas Pendidikan dan atau oleh satuan pendidikan, Libur Semester Gasal Tahun Pelajaran 2019-2020 baru akan berakhir pada 3 Januari 2020 (bagi sekolah yang menerapkan sistem fullday atau sekolah lima hari sepekan) atau 4 Januari 2020 (bagi sekolah yang menerapkan sistem belajar enam hari sepekan). Artinya, sekolah baru dimulai kembali untuk Semester Genap pada 6 Januari 2020. 
Bagi pegawai non guru, di akhir tahun juga selalu ada libur. Libur bertepatan dengan Natal umat Kristiani yang sudah menjadi Libur Nasional dan libur tahun baru. Keduanya dalam rentang hari yang dekat, 25 Desember untuk Libur Natal dan 1 Januari untuk Libur Tahun Baru. Libur ini berlaku tentunya untuk semua pegawai di negeri ini. Jika ada yang terpaksa tidak libur, biasanya disebabkan penugasan pekerjaan tertentu.
 
Senin (23/12/2019) tahun ini dapat disebut sebagai ‘SeninTerjepit’ atau hari terjepit bagi pegawai non guru. Istilah yang belakangan cukup populer di telinga kita. Menurut ketentuan, hari Senin itu adalah hari kerja. Hari yang bagi seorang aparat negara dengan gaji dan penghasilan dari pekerjaannya, pada hari itu sejatinya adalah hari kerja biasa. Tapi sering menjadi tidak biasa karena diapit oleh liburan atau tidak bekerja. 
Pada Sabtu-Ahad (21-22 Desember) itu adalah hari libur, akhir pekan. Pegawai tentu libur. Biasanya libur dua hari juga dimanfaatkan untuk bepergian entah keluar kota atau kemana. Tapi hari Seninnya, kan hari kerja yang besoknya, 24 Desember akan ada libur lagi, libur cuti Bersama untuk perayaan Natal itu yang akan jatuh pada 25 Desembernya. Inilah hari terjepit yang sering disingkat menjadi Harpitnas (Hari Terjepit Nasional) oleh orang-orang tertentu saja. 
Haruskah alasan Harpitnas itu pekerjaan dan kewajiban yang sudah dipikulkan akan ditinggalkan? Inilah pertanyaan yang patut kita ajukan ke diri kita masing-masing jika kita adalah seorang aparat (pegawai) yang digaji dan diberi penghasilan oleh Negara atas pekerjaan (profesi) kita. Tentu tidak pada tempatnya alasan hari terjepit dijadikan alasan untuk meliburkan diri. Apapun alasannya, tidak elok meliburkan diri atau minta izin libur karena alasan hari itu adalah hari ‘tanggung’ karena alasan libur di depan dan di belakangnya.
Tapi pertanyaan penting lainnya, jika tetap masuk kerja apakah akan efektif dengan satu hari saja bekerja lalu libur lagi selama dua hari? Bukankah ide bekerja lima dengan jam per harinya lebih lama berbanding enam hari tapi jam per harinya lebih sedikit adalah untuk mendapatkan efektivitas yang memadai? Baik segi penggunaan energi, tenaga (perjalanan pulang-pergi) dan banyak lagi. Artinya, jika satu hari lalu istirahat lagi akan efektif? Dan kecenderungan sebagian pegawai untuk tidak hadir pada hari-hari seperti itu dengan berbagai alasan?
Sesungguhnya, jika semua pihak bisa memastikan bahwa bekerja di hari terjepit itu tetap bisa efektif, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Apapun alasannya, jika satu hari itu adalah hari bekerja sesuai jadwal, maka semua pegawai wajiblah bekerja.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *