Catatan Rakor MUI Kabupaten 2019: Dengan Rapat Koordinasi Lahirlah Aliansi

TANAIKARIMUN.COM – HEBOH dan riuh-rendah diskusi saat kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) dan Silaturrahim
MUI (Majelis Ulama Indonesia) Kabupaten Karimun di Gedung Nasional,
Selasa (19/11/19) pagi itu sepintas bagaikan sebuah pertengkaran yang
akan mengarah ke perkelahian antara peserta dengan narasumber. Semacam
permusuhan diantara satu dengan lainnya. Tapi pasti bukan. Itu diskusi
panas yang saling ingin menyampaikan keinginan di luar aturan.
Dari
satu pihak (peserta) misalnya, semula menanyakan satu masalah atas
paparan narasumber. Sementara dari pihak lainnya (moderator dan
narasumber) sudah memberikan penjelasan sesuai pertanyaan. Tapi
penjelasan ini tidak begitu saja dapat diterima, bahkan cenderung tidak
mau menerima meskipun penjelasannya sudah benar dan disampaikan secara
baik juga. Perdebatan dengan suara sangat keras, bahkan diiringi sahutan
‘Allahu Akbar’ tetap berlangsung, yang membuat suasana seolah-olah
bertengkar itu.

Belum
lagi selesai jawaban, sudah disusul pertanyaan lain. Belum juga tuntas
seorang peserta bertanya, peserta lainnya dengan sahutan dan suara keras
pun membuat suasana gaduh. Diskusi yang dipandu dengan cukup santun
oleh moderator, Wahyu Amirullah tetap saja bagaikan ajang debat-kusir
yang tidak mudah memahami ujung dan pangkalnya. Dua narasumber –Kholif
Ihda Rifai (mewakili Kakankemenag dan M. Rasyid Nur mewakili Ketua MUI)
menjadi bulan-bulanan oleh penanya yang cenderung tidak tertib.
Gedung
Nasional yang menjadi tempat kegiatan Rakor dan Silaturrahim yang
dihelat oleh Komisi Kerukunan Umat, MUI Kabupaten Karimun, itu seolah
akan pecah oleh suara peserta. Walaupun yang bersuara di luar batas itu
hanya beberapa orang, namun cukup membuat suasana riuh-rendah di dalam
ruangan ber-AC itu bagaikan semuanya membuat gaduh.
Hadir
dalam kegiatan yang bertujuan untuk menyatukan persepsi dan
silaturrahim umat itubeberapa pejabat penting kabupaten. Saat seremoni
pembukaan hadir Wakil Bupati, H. Anwar Hasyim yang memberikan sambutan
pengarahan sebelum pembukaan resmi. Hadir juga beberapa perwakilan FKPD
dan para Kepala Dinas, Pemda Kabupaten Karimun. Kakankemenag yang
diwakili Ketua MUI yang sekalgus menjadi narasumber juga hadir dengan
semua pengurus MUI. Kelihatan juga beberapa Ketua Ormas Islam, para
Camat dan beberapa orang Ka-KUA juga hadir.Kebanyakan peserta adalah
pengurus Masjid di Pulau Karimun dan para pemuda Islam yang bernaung di
bawah beberapa organisasi kepemudahaan.

Keriuh-rendahan
diskusi timbul pada saat materi pertanyaan mengarah kepada pandangan
penanya bahwa timbulnya beberapa sempalan Islam seperti Syiah, /
Ahmadiyah dan beberapa lainnya disebabkan oleh kesalahan institusi
seperti MUI, Kemenag dan Pemerintah. Orang tertentu yang berkesempatan 
bertanya justeru mempersalahkan pihak lain. Sepertinya dia tidak
membutuhkan jawaban yang sebeanrnya karena sudah terlanjur emosi dan
apriori.
Bagaimanapun,
satu catatan penting dari kegiatan Rakor dan Silaturrahim ini adalah
lahirnya satu organisasi yang dinamakan Aliansi Peduli Kabupaten Karimun
yang dilatarbelakangi oleh adanya penolakan dari umat Islam Karimun
atas rencana pembangunan gereja Santo Yusuf di depan Mapolsek
Tanjungbalai Karimun. Dengan alasan bahwa di sekitar pelabuhan dan
perumahan Dinas Bupati itu adalah ikonnya Kabupaten Karimun yang Melayu
dengan identik muslim, dan berdirinya gereja yang akan dibangun itu
dapat mengubah imej orang ketika datang ke Karimun, maka sebagian umat
Islam sangat keberatan jika gereja yang rencna awalnya renovasi
(perbaikan tanpa perubahan bentuk dan ukuran) tapi berubah menjadi
pembangunan baru yang bentuk dan ukurannya berubah.
“Kita
tidak ingin ikon Melayu dengan ciri Islam itu hilang di sekitar
pelabuhan,” kata beberapa orang peserta Rakor. “Bayangkan, ketika orang
masuk ke Kabupaten Karimun melalui pintu masuk pelabuhan, yang pertama
dilihatnya adalah gereja di samping Rumah Dinas Bupati. Itu jelas akan
mengubah pandangan orang terhadap Karimun,” tambahnya. Dengan gambar
(rencana bangunan) seperti yang diketahui masyarakat, makanya
pembangunan itu ditolak masyarakat muslim. Lahirn ya aliansi itu
diharapkan menjadi motor penggerak penolakan. Begitulah disepakati dalam
pertemuan silaturrahim itu.

Lebih jauh, seorang tokoh
masyarakat yang kebetulan ikut dalam Rakor MUI ini menerangkan makna
penolakan itu sebagai usaha menjaga hati masyarakat muslim, yang
ujungnya adalah untuk menjaga kerukunan umat beragama di Kabupaten
Karimun. Jika masyarakat tetap menolak dan pembangunan tetap dipaksakan,
akan timbul gesekan. “Jadi, perlu sosialisasi yang baik kepada semua
pihak agar kerukunan umat tetap terjaga di Bumi Berazam.” Itu dijelaskan
H. Bustami Dt. Rajo Marah kepada peserta Rakor.

Ditambahkannya,
“Lahirnya Aliansi ini diharapkan menjadi wadah umat untuk bersatu
menyatakan aspirasi umat terhadap rencana pembangunan gereja itu.
Toleransi umat beragama tidak dapat dijadikan alasan untuk merusak ikon
Karimun yang justeru merusak toleransi itu sendiri.” Begitu Pak Buyung
(demikian H. Bustami disapa) kurang lebih menjelaskan kepada semua
peserta yang hadir. Dia menekankan, Aliansi jangan dipakai untuk merusak
kerukunan yang ada.***

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *