Oleh Mochammad Nasrudin
diutangkan dalam bentuk utangan atau angsuran, bukanlah ibadah umrohnya. Bukan ibadah haji dan umrohnya, tapi paket perjalanan umrohnya. Ini tentu saja sebagai
konsekuensi jarak yang jauh antara Tanah Air (tempat tinggal kita.ed) dengan Tanah Suci (tempat berumroh-berhaji.ed).
Kalau umrohnya ga ada
yang diutangkan karena umroh itu gratis,
layaknya kita beribadah di masjid dekat rumah kita. Tidak ada loket bayar karcis ketika kita mau
thowaf, mau sa’i, mau sholat di Masjidil Haram dan lainnya itu. Karena jauhnya
jarak tadi, kita perlu pesawat,
hotel, biaya makan dll. Nah inilah yang perlu biaya yang akan
ditransaksikan dalam akad jual beli. ( baca juga yang tulisan 1 sebelumnya tentang
ini).
bukan masalah ibadah mahdhoh. Masalah muamalah, boleh kan biaya perjalanan untuk umroh atau
untuk haji dikredit? Dalil naqli tentang
muamalah ini tidak ada di dalam Al quran secara shorih. Maka kita perlu melihat
qowaidul fiqhnya. Dalam kaidah fiqh tentang
muamalah ini berbunyi: Al ashlu fi suruthil muamalah alhillu wal ibahatu illa
bidalilin. Hukum asalnya syarat muamalah adalah halal dan dibolehkan kecuali
ada dalil yang melarangnya.
tidak kita temukan dalil yang melarang melakukan perjalanan umroh dengan cara
kredit. Maka kita pun perlu mencari dasarnya di dalam hadist
nabi. Di dalam hadist nabi ditemukan tentang
ini. Dalam Shoheh Bukhori dan Muslim ditemukan informasi tentang seorang budak
bernama Bariroh yang dijual oleh tuannya secara kredit selama 9 tahun. Dan itu dibolehkan.
hal ini, membolehkan dengan syarat. Yakni,
asalkan iya mampu untuk membayarnya. Ada kemampuan untuk membayar baik tunai maupun
mengangsur. Ada yurja difa’. Ada harapan
membayar. Ada penghasilan yang diharapkan, seperti PNS atau pengusaha, karyawan,dll.
memiliki pendapatan dan kemampuan, bagaimana? Semua
ulama sepakat, orang dengan kondisi seperti ini tidak wajib berhaji maupun umroh.
(Hadza Mutafaqun Alaihi) Syekh Al-Hattob dalam kitab Mawahibul Jalil memperkuat lagi
sebagaimana tulisan sebelumnya.
kesadarannya adalah orang orang yang
punya kemampuan, punya pendapatan, tapi merasa tidak mampu kalau untuk haji , umroh,
untuk korban dan untuk zakat, misalnya. Merasa fakir kalau
untuk Allah. Tapi merasa kaya dan mampu kalau untuk dunia.
Mereka mampu mengangsur beli tanah, mampu angsur rumah, mampu angsur motor dan mobil. Namun merasa
tidak mampu kaluo untuk mengangsur biaya perjalanan menuju Baitulloh. Padahal haji
maupun umroh wajib bagi yang belum pernah sama sekali hadir ke Baitulloh. Kata Rosululloh, “Barang siapa memiliki kemampuan, kendaraan, untuk bisa hadir ke rumah
Allah, tapi tidak ia lakukan hingga ajal
menjemput, maka ia matinya dalam keadaan Yahudi atau Nasrani. Naudzubillahi mindzalik. Semoga bermanfaat dan bisa dipahami.
HP/ WA 081266557203
Monas Inspire